Jumat, 26 Juli 2013

SKRIPSI TAHUN 2013

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Pondok pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan non-formal yang tumbuh dan berkembang pesat, sekaligus memberikan andil yang sangat besar terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia, dari sebelum kemerdekaannya, sampai sekarang ini masih dapat dilihat dimana-mana, khususnya di pedesaan, karena memang cikal bakal tumbuhnya Pondok pesantren berada di tempat-tempat yang tergolong primitif, walaupun sekarang ini sudah masuk keranah perkotaan.
Terlepas dari kesemunya itu, sebenarnya yang lebih menarik diperhatikan adalah keadaan pondok pesantren tersebut, baik menyangkut isi, kehidupan maupun sistem yang diterapkan sebagai jalan menuju perkembangan atau setidaknya regenerasi penguasaan khazanah keilmuan, ilmu pengetahuan agama islam pada khususnya.
Selanjutnya, faktor yang paling dominan dalam perkembangan pendidikan di pondok pesantren adalah implementasi metode pembelajarannya. Keberlangsungan pembelajaran akan baik, manakala kyai atau ustadz memahami berbagai metode atau cara bagaimana materi itu diinternalisasikan kepada santrinya. Metode ini sangat penting sekali, sebagaimana yang diungkapkan oleh Arief, bahwa dalam dunia proses belajar mengajar, yang disingkat dengan PBM, dikenal dengan ungkapan “Metode jauh lebih baik daripada materi”.[1] Begitu pentingnya metode pembelajaran, maka dari itulah ketika tidak adanya penguasaan metode, maka akan mengakibatkan proses belajar mengajar tidak baik yang pada akhirnya materi tersebut sulit diserap oleh peserta didik.
Begitu pula proses pembelajaran yang berlangsung di pondok pesantren, seorang kyai[2] atau ustadz[3] dituntut untuk menguasai metode pembelajaran yang tepat untuk santrinya, termasuk dalam metode pembelajaran kitab yang dikenal tanpa harakat (kitab gundul). Metode pembelajaran kitab yang biasa dipakai di pondok pesantren dari dulu sampai sekarang adalah metode sorogan[4] dan bandongan.[5] Dari sekian banyak metode yang di terapkan di pondok pesantren, ternyata sedikit atau bisa dikatakan tidak ada reaksi umpan balik dari pihak santri dikarenakan figur seorang kyai atau ustadz yang harus selalu dihormati dan dipatuhi, sehingga kita sering menemukan postulat “mendengarkan dan mematuhi” yang masih dijadikan pegangan kuat oleh pondok pesantren, terutama di pondok pesantren tradisional.
Selain itu, Bruinessen mengungkapkan adanya keyakinan dari kyai, ustadz ataupun santri bahwa kitab kuning yang bisaanya berwarna kuning merupakan teks klasik yang ada dan selalu diberikan di pesantren sebagai Alkutub mu’tabarah, yaitu suatu ilmu yang dianggap sudah bulat, tidak bisa diubah-ubah, hanya bisa diperjelas dan dirumuskan kembali manakala kyai atau ustadz menghendaki.[6]
Begitupun proses pembelajaran di Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu, peneliti mengamati terdapat kesenjangan-kesenjangan, kesenjangan yang dimaksud meliputi implementasi metode pembelajaran kitab kuning, dalam observasi peneliti, menemukan mayoritas santri hanya berperan pasif, dalam artian selama proses pembelajaran kitab, mereka tidak banyak mengemukakan pertanyaan-pertanyaan ataupun komentar seputar kitab yang dipelajarinya.
Tidak diketahui, apakah mereka diam karena mereka sudah paham, ataukah ada sebab-sebab yang lain. Sikap pasif itu juga kebanyakan mereka tunjukkan di lingkungan luar pesantren, bagi santri yang bersekolah di lembaga pendidikan formal, hampir sama dengan ketika mereka berada dalam lingkungan pondok pesantren. Selain itu, peneliti melihat materi atau pelajaran kitab kuning yang disampaikan oleh kyai atau ustadz, masih kurang menyentuh pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik sebagian santri. Hal ini diketahui dari pola pikir dan tingkah laku mereka sehari-hari, baik itu dilingkungan pondok pesantren maupun diluar, namun disisi lain juga peneliti mengamati bahwa adanya nilai positif yang terpendam di dalamnya, yaitu proses pembelajaran kitab kuning mampu menyelesaikannya dalam waktu yang singkat dan dapat mengajarkan santri lebih banyak.[7] Keadaan inilah yang mendorong peneliti untuk mencari akar penyebab terjadinya kesenjangan-kesenjangan tersebut.
Ketidak adanya feedback antara kyai atau ustdz terhadap santrinya, akan bisa menimbulkan efek negatif ketika santrinya memanifestasikan isi ajaran kitab tersebut kedalam kehidupan sehari-hari, padahal mengingat pentingnya pemahaman terhadap ajaran-ajaran yang ada dalam kitab itu dan apabila pemahaman para santri terhadap isi atau ajaran kitab salah, maka dalam pensosialisasian ajaran dari kitab tersebut di tengah-tengah masyarakat akan berakibat fatal/kurang baik.
Oleh sebab itulah, peneliti mengangkat penelitian ini dengan judul “Implementasi Metode Pembelajaran Kitab kuning di Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu Pringgrata Lombok Tengah”.
B.     Fokus Penelitian
Penelitian ini terfokus pada Implementasi Metode Pembelajaran Kitab Kuning di Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu, di dalamnya membahas tentang kyai, santri, faktor pendukung dan penghambat implementasi metode tersebut, serta upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan-hambatan dan memenuhi faktor pendukungnya.                                                                                  
C.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan di atas maka yang menjadi Rumusan Masalah dalam penelitian ini adalah:
1.      Bagaimana Implementasi Metode Pembelajaran Kitab Kuning di Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu?
2.      Apa yang menjadi faktor penghambat dan pendukung dalam Implementasi  Metode Pembelajaran Kitab Kuning di Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu?
3.      Upaya apa yang dilakukan untuk mengatasi hambatan-hambatan dan memenuhi dukungan dalam Implementasi Metode Pembelajaran Kitab Kuning di Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu?
D.    Tujuan Penelitian
Merumuskan tujuan penelitian adalah hal yang sangat penting untuk meluruskan jalannya penelitian pada sasaran yang ingin dicapai setelah melakukan penelitian. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1.      Menggambarkan Implementasi Metode Pembelajaran Kitab Kuning di Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu Lombok Tengah.
2.      Mendeskripsikan faktor penghambat dan Pendukung Implementasi Metode Pembelajaran Kitab Kuning di Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu.
3.      Menjelaskan upaya yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu Lombok Tengah dalam Implementasi Metode Pembelajaran Kitab Kuning.
E.     Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu terdiri dari manfaat teoritis, praktis dan akademis.
1.      Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan menjadi refleksi terhadap pembelajaran kitab kuning, umumnya diseluruh pondok pesantren, Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu pada khususnya dan juga lembaga pendidikan di Indonesia.
2.      Manfaat praktis
Diharapkan secara praktis hasil penelitian ini dapat di pakai sebagai bahan pembelajaran, rujukan bagi kyai dan ustadz dalam meningkatkan kemampuan pemahaman isi kitab kuning yang tidak hanya monoton dalam pelaksanaan metede pembelajarannya, sehinggga santri mampu dan berani mengubah dari pasif menjadi aktif dalam menerima materi kitab kuning. Dan yang selanjutnya memberikan rangsangan pada peneliti lainnya untuk dapat digunakan sebagai pedoman pada penelitian-penelitian mengenai pondok pesantren.
3.      Manfaat akademis
Untuk memperoleh gelar akademis Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) di Institut Agama Islam Qamarul Huda Bagu Pringgarata Lombok Tengah Tahun Akademis 2012/2013
F.     Penegasan Istilah
Untuk menghindari adanya kesalahan pengertian mengenai istilah-istilah yang di pergunakan dalam proposal ini, maka peneliti menegaskan istilah-istilahnya sebagai berikut:
1.      Implementasi adalah pelaksanaan, penerapan.[8]
2.      Metode adalah cara yang telah diatur dan difikir baik-baik.[9]
3.      Pembelajaran adalah hubungan interaksi antara pendidik, peserta didik dan materi pelajaran dalam menuju suatu tujuan.[10]
4.      Kitab kuning adalah kitab-kitab keagamaan yang berbahasa Arab, sebagai produk pemikiran ulama-ulama as-salaf atau ditulis oleh ulama-ulama “asing”.[11]
5.      Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan islam yang dilaksanakan dengan sistem asrama (pondok), terdapat kyai, santri dan sebuah surau (masjid) yang lokasi umumnya terpisah dari kehidupannya.[12]


BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.    Konsep Dasar Kitab Kuning
1.      Pengertian Kitab Kuning
Dalam dunia pesantren asal-usul penyebutan atau istilah dari kitab kuning belum diketahui secara pasti. Penyebutan ini didasarkan pada sudut pandang yang berbeda-beda, diantaranya dinyatakan oleh Masdar F. Mas’udi “kemungkinan besar sebutan itu datang dari pihak orang luar dengan konotasi yang sedikit mengejek. Terlepas dengan maksud apa dan oleh siapa dicetuskan, istilah itu kini telah semakin memasyarakat baik diluar maupun di  lingkungan pesantren.”[13]
Akan tetapi sebenarnya, penyebutan kitab kuning dikarenakan kitab ini dicetak di atas kertas yang berwarna kuning dan umumnya berkualitas murah. Akan tetapi argumen ini menimbulkan kontroversi, karena saat ini, seiring dengan kemajuan tekhnologi, kitab-kitab itu tidak lagi dicetak di atas kertas kuning akan tetapi sebagian kitab telah dicetak di atas kertas putih, dan tentunya tanpa mengurangi esensi dari kitab itu sendiri.
Dikalangan pondok pesantren sendiri, di samping istilah “kitab kuning”, terdapat juga istilah “kitab klasik” (Al-kutub Al-qadimah), karena kitab yang ditulis merujuk pada karya-karya tradisional ulama berbahasa Arab yang gaya dan bentuknya berbeda dengan buku modern.[14] Dan karena rentang kemunculannya sangat panjang, maka kitab ini juga disebut dengan “kitab kuno”. Bahkan kitab ini, di kalangan pondok pesantren juga kerap disebut dengan “kitab gundul”. Disebut demikian karena teks di dalamnya tidak memakai syakl (harakat)[15], bahkan juga tidak disertai dengan tanda baca, seperti koma, titik, tanda seru, tanda tanya, dan lain sebagainya. Untuk memahami kitab kuning (kitab gundul), maka dari itu di pondok pesantren telah ada ilmu yang dipelajari santri yaitu ilmu alat atau nahwu dan sharf.
Adapun pengertian umum yang beredar di kalangan pemerhati masalah pondok pesantren adalah bahwa kitab kuning selalu dipandang sebagai kitab-kitab keagamaan yang berbahasa arab, atau berhuruf arab, sebagai produk pemikiran ulama-ulama masa lampau (as-salaf) yang ditulis dengan format khas pra-modern, sebelum abad ke-17-an M. Dalam rumusan yang lebih rinci, definisi dari kitab kuning: pertama ditulis oleh ulama-ulama “asing”, tetapi secara turun-temurun menjadi referensi yang dipedomani oleh para ulama Indonesia, kedua ditulis oleh ulama Indonesia sebagai karya tulis yang “independen”, dan ketiga ditulis oleh ulama Indonesia sebagai komentar atau terjemahan atas kitab karya ulama “asing”.[16]
Jadi peneliti mengambil pemahaman bahwa yang dimaksud dengan kitab kuning adalah kitab yang berbahasa arab tanpa disertai tanda baca, yang berisi tentang ilmu pengetahuan agama islam yang di produk oleh ulama-ulama masa lampau.
2.      Jenis-Jenis Kitab Kuning di Pondok Pesantren
Jenis-jenis kitab kuning yang digunakan dalam lingkungan pondok pesantren sangat banyak sekali jenisnya, namun peneliti mengklarifikasikan jenis-jenis tersebut dengan mengambil pendapat yang sering digunakan oleh para pemerhatinya.
Kitab kuning diklasifikasikan ke dalam empat kategori yaitu dilihat dari kandungan maknanya, dilihat dari kadar penyajiannya, dilihat dari kreatifitas penulisannya, dan dilihat dari penampilan uraiannya.[17]
a.       Dilihat dari kandungan maknanya
Kitab kuning dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu: kitab yang berbentuk penawaran atau penyajian ilmu secara polos (naratif) seperti sejarah, hadits, dan tafsir, dan kitab yang menyajikan materi yang berbentuk kaidah-kaidah keilmuan seperti nahwu, ushul fikih, dan mushthalah Al-hadits (istilah-istilah yang berkenaan dengan hadits).
b.      Dilihat dari kadar penyajiannya
Kitab kuning dapat dibagi tiga macam, yaitu mukhtashar, yaitu kitab yang tersusun secara ringkas dan menyajikan pokok-pokok masalah, baik yang muncul dalam bentuk nadzam atau syair (puisi) maupun dalam bentuk nasr (prosa),. syarah, yaitu kitab yang memberikan uraian panjang lebar, menyajikan argumentasi ilmiah secara komparatif, dan banyak mengutip ulasan para ulama dengan argumentasi masing-masing, dan kitab kuning yang penyajian materinya tidak terlalu ringkas, tapi juga tidak terlalu panjang (mutawasithah).
c.       Dilihat dari kreatifitas penulisannya
Kitab kuning dapat dikelompokkan menjadi tujuh macam, yaitu: 1) kitab yang menampilkan gagasan-gagasan baru, 2) kitab yang muncul sebagai penyempurnaan terhadap karya yang telah ada, 3) kitab yang berisi komentar (syarah) terhadap kitab yang telah ada, 4) kitab yang meringkas karya yang panjang lebar, 5) kitab yang berupa kutipan dari berbagai kitab lain, 6) kitab yang memperbaharui sistematika kitab-kitab yang telah ada, dan 7) kitab yang berisi kritikan.
d.      Dilihat dari penampilan uraiannya
Kitab kuning memiliki lima dasar penampilan, yaitu: 1) mengulas pembagian sesuatu yang umum menjadi khusus, sesuatu yang ringkas menjadi terperinci, dan seterusnya, 2) menyajikan redaksi yang teratur dengan  penampilkan beberapa pernyataan dan kemudian menyusun kesimpulan, 3) membuat ulasan tertentu ketika mengulangi uraian yang dianggap perlu, sehingga penampilan materinya tidak semrawut dan pola pikirnya dapat lurus, 4) memberikan batasan-batasan jelas ketika penulisnya menurunkan sebuah definisi, dan 5) menampilkan beberapa ulasan dan argumentasi terhadap pernyataan yang dianggap perlu.
Adapun rincian kitab-kitab yang menjadi konsentrasi keilmuan pesantren:[18]
a.       Cabang ilmu fiqh:
1)      Safinatu-l-Shalah
2)      Safinatu-l-Najah
3)      Fath-l-Qarib
4)      Fath-l-Mu’in
5)      Minhaju-l-Qawim
6)      Muthmainnah
7)      Al-iqna’
8)      Fath-l-Wahhab
b.      Cabang ilmu tauhid:
1)      Aqidatu-l-Awam (Nadzham)
2)      Bad’u-l-‘Amal (Nazham)
3)      Sanusiyah
c.       Cabang ilmu tasawuf:
1)      Al-Nashaihu-l-Diniyah
2)      Irsyadu-l-Ibad
3)      Tanbihu-l-Ghafilin
4)      Minhaju-l-‘Abidin
5)      Al-Da’watu-l-Taammah
6)      Al-hikam
7)      Al-Mu’awanah Wal Munazharah
8)      Bidayatu-l-Hidayah
d.      Cabang ilmu nahwu-sharaf:
1)      Al-Maqshud (Nazham)
2)      Awamil (nazham)
3)      Ajurumiyah
4)      Kaylani
5)      Mirhatu-l-i’rab
6)      Alfiyah (nazham)
7)      Ibnu Aqil.
Martin Van Bruinessen memerinci kekayaan khazanah kitab-kitab klasik yang dipelajari di pondok pesantren. Sesuai dengan kategori keilmuan di atas Dalam  lmu fiqh dipelajari kitab-kitab sebagai berikut: fath-l-mu’in, I’anatu-lthalibin, taqrib, fathu-l-qarib, kifayatu-l-akhyar, bajuri, minhaju-l-thullab, minhaju-l-thalibin, fathu-l-wahhab, minhaju-l-qawim, safinat, kasyifatu-lsaja, sullamu-l-munajat, uqud-l-lujjain, sittin, muhadzab, bughyatu-lmustarsyidin, mabadi fiqhiyyah, dan fiqhu-l-wadhih.
Untuk kelengkapan ilmu fiqh bisaanya juga dikenal ilmu ushul fiqh yang mempelajari kitab-kitab, seperti: lathaif-l-isyarat, jam’u-l-jawami’, luma, Al-asybah wa Al-nadlair, bayan, dan bidayat-l-mujtahid.
Dalam ilmu sharf, yaitu: kaylani, maqshud, amtsilatu-l-tashrifiyyat, dan bina. Dalam ilmu nahwu: imrithi, ajurumiyah, mutammimah, asymawi, alfiyah, ibnu aqil, dahlan alfiyah, qathru-l-nada, awamil, qawa’idu-l-I’rab, nahwu-lwadhih, dan qawa’idu-l-lughat.
Sedangkan dalam ilmu balaghah: jauharu-l-maknun, uqudu-l-juman, dan lain sebagainya. Dalam bidang tauhid: ummu-l-barahin, sanusiyah, dasuqi, syarqawi, aqidatu-l-‘awamtijanu-l-dharari, ‘aqidatu-l-‘awam, nuru-l-zhulam, jauharu-l-tauhid, tuhfatu-l-murid, fathu-l-majid, jawahiru-l-kalamiyah, usnul-hamidiyah, dan ‘aqidatu-l-islamiyat.
Dalam ilmu tafsir secara umum digunakan kitab tafsir-l-Jalalain, selain itu juga terdapat kitab-kitab yang lainnya: tafsiru-l-munir, tafsir ibn katsir, tafsir baidlawi, jami’u-l-bayan, maraghi, dan tafsir-l-manar. Selanjutnya dapat ditemui kitab-kitab hadits antara lain: bulughu-lmaram, subulu-l-salam, riyadhu-l-shalihin, shahih bukhari, tajridu-l-sharih, jawahiru-l-bukhori, shahih muslim, arba’in nawawi, majalishu-l-saniyat, durratun nashihin, dan lain-lain.[19]
Jadi peneliti dapat mengambil benang merah bahwa, jenis-jenis kitab kuning yang sering digunakan oleh pondok pesantren mencakup kategori tingkat pembelajaran kitab sedang, menengah dan besar.
3.      Ciri-Ciri Kitab Kuning
Penjabaran mengenai ciri-ciri kitab kuning sangatlah penting disentuh oleh peneliti, dikarenakan banyak sekali yang salah memahaminya, ada juga yang kebingungan, seperti apakah kitab kuning tersebut, bagaimanakah bentuk dan lainnya. Disini peneliti memberikan pemaparan melalui pendapat oleh para pakar dibidang pendidikan pondok pesantren. Muhaimin merincikan ciri-ciri kitab kuning dengan mengatakan bahwa ada 6 ciri kitab kuning tersebut:
“ciri-ciri kitab kuning adalah 1) kitab-kitabnya menggunakan bahasa Arab, 2) umumnya tidak memakai syakal (tanda baca atau baris), bahkan tanpa memakai titik, koma, 3) berisi keilmuan yang cukup berbobot, 4) metode penulisannya dianggap kuno dan relevansinya dengan ilmu kontemporer kerapkali tampak menipis, 5) lazimnya dikaji dan dipelajari di Pondok Pesantren, dan 6) banyak diantara kertasnya berwarna kuning”.[20]

Yang lain juga diungkapkan oleh Mujamil, yaitu:
“pertama, penyusunannya dari yang lebih besar terinci ke yang lebih kecil seperti kitabun, babun, fashlun, farun, dan seterusnya. Kedua, tidak menggunakan tanda baca yang lazim, tidak memakai titik, koma, tanda seru, tanda tanya, dan lain sebagainya. Ketiga, selalu digunakan istilah (idiom) dan rumus-rumus tertentu seperti untuk menyatakan pendapat yang kuat dengan memakai istilah Al-madzhab, Al-ashlah, as-shalih, Al-arjah, Al-rajih, dan seterusnya, untuyk menyatakan kesepakatan antar ulama beberapa madzhab digunakan istilah ijmaan, sedang untuk menyatakan kesepakatan antar ulama dalam satu madzhab digunakan istilah ittifaaqan”.[21]

Secara umum, Affandi mengemukakan spesifikasi kitab kuning terletak dalam formatnya (lay out), yang terdiri dari dua bagian, yaitu matan, teks asal (inti) dan syarah (komentar, teks penjelas atas matn). Dalam pembagian semacam ini, matan selalu diletakkan di bagian pinggir (margin) sebelah kanan maupun kiri, sementara syarah, karena penuturannya jauh lebih banyak dan panjang dibandingkan matan, maka diletakkan di bagian tengah setiap halaman kitab kuning. ukuran panjang-lebar kertas yang digunakan kitab kuning pada umumnya kira-kira 26 cm (kwarto). Ciri khas lainnya terletak dalam penjilidannya yang tidak total, yakni tidak dijilid seperti buku. Ia hanya dilipat berdasarkan kelompok halaman (misalnya, setiap 20 halaman) yang secara tekhnis dikenal dengan istilah korasan. Jadi dalam satu kitab kuning terdiri dari beberapa korasan yang memungkinkan salah satu atau beberapa korasan dibawa secara terpisah.[22]
Dari pendapat diatas, peneliti dapat menyimpulkan ciri-ciri kitab kuning tersebut ke dalam bentuk kertas, bentuk, isi, tulisannya, yang dimana kertasnya berwarna kuning, berbentuk korosan, isinya dibagi menjadi tiga bagian: matan (ringkasan), teks asal dan syarah (penjelasan), begitu juga tulisannya menggunakan bahasa arab.
B.     Metode Pembelajaran Kitab Kuning
1.      Pengertian Metode Pembelajaran
Secara etimologi, istilah metode berasal dari bahasa Yunani “metodos”. Kata ini terdiri dari dua suku kata, yaitu “metha” yang berarti melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Metode berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan.[23] Metode adalah tuntunan tentang jalan yang harus ditempuh untuk menyampaikan atau menyajikan sesuatu pendidikan dan pelajaran agar berhasil sukses.[24] Dalam bahasa Arab metode disebut “thariqat”, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode adalah “cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud”.[25] M. Sobri Sutikno menyatakan, metode pembelajaran adalah “cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses pembelajaran pada diri siswa dalam upaya untuk mencapai tujuan”. Sementara itu, pembelajaran adalah “proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.[26]
2.      Macam-Macam Metode Pembelajaran Kitab kuning
Metode dipahami sebagai cara-cara yang ditempuh untuk menyampaikan ajaran yang diberikan. Dalam konteks kitab kuning di pondok pesantren, ajaran itu adalah apa yang termaktub dalam kitab kuning. Melalui metode tertentu, suatu pemahaman atas teks-teks pelajaran dapat dicapai. Menurut Zamakhsyari Dhofier dan Nurcholish Madjid, metode pembelajaran kitab kuning di pesantren meliputi metode sorogan, dan bandongan. Sedangkan Husein Muhammad menambahkan bahwa, selain metode yang diterapkan dalam pembelajaran kitab kuning adalah metode wetonan atau bandongan, dan metode sorogan, diterapkan juga  metode diskusi (munazharah), metode evaluasi, dan metode hafalan.[27] Adapun pengertian dari metode-metode tersebut adalah:
a.       Metode wetonan atau bandongan
Adalah cara penyampaian kitab dimana seorang guru, kyai, atau ustadz membacakan dan menjelaskan isi kitab, sementara santri, murid, atau siswa mendengarkan, memberikan makna, dan menerima.[28] Senada dengan yang diungkapkan oleh Endang Turmudi bahwa, dalam metode ini kyai hanya membaca salah satu bagian dari sebuah bab dalam sebuah kitab, menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia dan memberikan penjelasan-penjelasan yang diperlukan.[29]
Konon metode ini merupakan warisan dari Timur Tengah (Makah dan Mesir). Karena kedua negara ini dianggap sebagai poros, pusat dari ajaran agama Islam di dunia. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Mujamil Qamar, bahwa:
“metode yang disebut bandongan ini ternyata merupakan hasil adaptasi dari metode pengajaran agama yang berlangsung di Timur Tengah terutama di makah dan Mesir. Kedua tempat ini menjadi “kiblat” pelaksanaan metode wetonan lantaran dianggap sebagai poros keilmuan bagi kalangan pesantren sejak awal pertumbuhan hingga perkembangan yang sekarang ini”[30]

Dan metode inilah yang paling banyak digunakan di pesantren-pesantren di Indonesia. Diantara kelemahan dari metode wetonan atau bandongan adalah metode ini membuat para santri lebih bersikap pasif, sebab dalam kegiatan pembelajarannya kyai, ustadz lebih mendominasi, sedangkan santri lebih banyak mendengarkan dan memperhatikan keterangan yang disampaikan oleh ustadz.  Akan tetapi efektifitas metode ini terletak pada pencapaian kuantitas dan percepatan pembelajaran kitab, selain juga untuk tujuan kedekatan relasi santri, kyai dan ustadz[31].
b.      Metode sorogan
Adalah “santri satu per satu secara bergiliran menghadap kyai dengan membawa kitab tertentu. Kyai membacakan beberapa baris dari kitab itu dan maknanya, kemudian santri mengulangi bacaan kyainya”[32] Husein Muhammad menambahkan bahwa, murid yang membaca sedangkan guru mendengarkan sambil memberi catatan, komentar, atau bimbingan bila diperlukan. Akan tetapi dalam metode ini, dialog murid dan guru belum atau tidak terjadi.[33] Ismail SM, seperti yang dikutip oleh Mujamil Qamar menyatakan bahwa,
“ada beberapa kelebihan dari metode sorogan yang secara didaktikmetodik terbukti memiliki efektivitas dan signifikansi yang tinggi dalam mencapai hasil belajar. Sebab metode ini memungkinkan kyai, ustadz mengawasi, menilai, dan membimbing secara maksimal kemampuan santri dalam penguasaan materi”[34].

c.       Metode Diskusi (munazharah)
Adalah sekelompok santri tertentu membahas permasalahan, baik yang diberikan kyai maupun masalah yang benar-benar terjadi dalam masyarakat. Diskusi ini dipimpin oleh seorang santri dengan pengamatan dari pembina/kyai yang mengoreksi hasil diskusi itu.[35] Metode diskusi bertujuan untuk merangsang pemikiran serta berbagai jenis pandangan agar murid atau santri aktif dalam belajar. Melalui metode ini bakan tumbuh dan berkembang pemikiran-pemikiran kritis, analitis dan logis, dan akan lebih memicu para santri untuk menelaah atas kitab-kitab yang lain. Keberhasilan yang dicapai akan ditentukan oleh tiga unsur yaitu pemahaman, kepercayaan diri sendiri dan rasa saling menghormati.[36]
d.      Metode Evaluasi
Adalah penilaian atas tugas, kewajiban, dan pekerjaan. Cara ini dilakukan setelah pembelajaran kitab selesai dibacakan atau disampaikan. Di masa lalu cara ini disebut imtihan, yakni suatu pengujian santri melalui munaqasyah oleh para guru atau kyai-ulama di hadapan forum terbuka. Selesai munaqasyah, ditentukanlah kelulusan.[37]
e.       Metode Hafalan adalah kegiatan belajar santri dengan cara menghafal suatu teks tertentu dibawah bimbingan dan pengawasan kyai atau ustadz. Para santri diberi tugas untuk menghafal bacaan-bacaan dalam jangka waktu tertentu. Hafalan yang dimiliki santri ini kemudian dihafalkan di hadapan kyai dan ustadz secara periodik atau insidental tergantung kepada petunjuk kyai dan ustadz yang bersangkutan.[38]
3.      Kyai dalam Pembelajaran Kitab kuning
Kyai merupakan salah satu elemen yang paling esensial dalam sebuah pesantren, karena kyai adalah seorang pendiri, perintis, atau cikal bakal pesantren. Menurut asal-usulnya, kata kyai dalam bahasa Jawa dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda yaitu sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat, gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya, gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab-kitab klasik kepada para santrinya. Selain gelar kyai, ia juga disebut seorang alim (orang yang dalam pengetahuan Islamnya).[39] Gelar yang terakhir merupakan gelar yang memiliki arti yang sama dengan guru, pendidik, atau sebutan lainnya. Dalam konteks pendidikan Islam.
Di samping itu, istilah pendidik kadang kala disebut melalui gelarnya, seperti istilah Al-ustadz dan Asy-syaikh.[40] Menurut Muhibbin, guru adalah seseorang yang menularkan pengetahuan dan kebudayaan kepada orang lain (bersifat kognitif), melatih keterampilan jasmani kepada orang lain (bersifat psikomotor), dan yang menanamkan nilai dan keyakinan kepada orang lain (bersifat afektif).[41] Pengertian yang lain juga dipaparkan oleh Husein, bahwa seorang guru atau pendidik adalah seseorang yang memiliki tanggungjawab yang besar terhadap anak didiknya. Tanggung jawabnya adalah berupa mengajarkan kepada peserta didiknya ilmu yang bermanfaat dan berguna seluas-luasnya bagi kepentingan seluruh umat manusia.[42] Dalam artian lain, untuk mencapai tujuan pendidikan yang optimal, maka seorang pendidik dituntut untuk memiliki kesiapan (isti’dad) yang memadai untuk melaksanakan fungsinya, sekaligus dituntut untuk membuat persiapanpersiapan (I’dad) yang cukup, sehingga bisa melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dengan baik dan benar.
Para ahli dan cendikiawan muslim telah menetapkan beberapa ciri seorang guru yang baik. Dengan ciri-ciri berikut, seorang guru diharapkan dapat menjadi guru yang ahli di bidangnya. Ciri-ciri tersebut adalah:
a.       Ikhlas dalam mengemban tugas sebagai pengajar.
b.      Memegang amanat dalam menyampaikan ilmu.
c.       Memiliki kompetensi dalam ilmunya.
d.      Menjadi teladan yang baik bagi anak didiknya.
e.       Mempunyai wibawa dan otoritas.
f.       Mengamalkan ilmu.
g.      Mengikuti perkembangan zaman.
h.      Melakukan penelitian dan pengembangan.[43]
Semua ciri-ciri di atas merupakan faktor pendukung bagi seorang guru, sehingga ia berhak disebut sebagai guru teladan dan ideal. Hal ini juga, pendidik itu adalah seorang kyai ataupun ustadz. Seorang kyai atau ustadz harus mengamalkan dan menguasai dengan benar ajaran-ajaran yang terkandung dalam kitab kuning, karena itulah salah satu penunjang keberhasilan dalam proses pembelajaran.
4.      Santri dalam Pembelajaran Kitab kuning
Dalam pandangan Islam, peserta didik merupakan pemimpin masa depan. Mereka juga yang akan menjalankan roda kepemimpinan di kemudian hari. Merekalah yang menjadi peletak batu pembangunan yang menyeluruh bagi masyarakatnya. Mereka pula yang menjadi tiang peradaban dan sumber semangat serta penggerak perhatian terhadap jihad di jalan Allah. Konfigurasi masyarakat yang diidamkan tentu terdiri dari pribadi-pribadi yang sholeh, yang salah satunya adalah peserta didik, pelajar, murid atau santri. Jika peserta didiknya rusak, maka masyarakatnya juga akan rusak.
Jadi, secara umum kita dapat mengartikan bahwa peserta didik, murid, pelajar atau santri, mereka yang menuntut ilmu dan berhak mendapatkan pendidikan. Dalam tulisan ini, kata “santri” dalam berbagai referensi dikatakan sebagai orang yang mencari ilmu agama Islam di pondok pesantren, baik yang menetap maupun yang tinggal di rumahnya masing-masing. Sebagaimana yang dikatakan oleh Zamrkhasyari Dhofier yang membagi santri menjadi dua bagian, yaitu:[44]
a.       Santri mukim yaitu santri yang berasal dari dari yang jauh dan menetap dalam Pondok Pesantren. Santri yang mukim paling lama tersebut bisaanya memiliki tanggung jawab unyuk mengajarkan santri-santri muda tentang kitab-kitab dasar dan menengah.
b.      Sedangkan santri kalong adalah santri-santri yang berasal dari daerah-daerah sekitar pesantren dan bisaanya mereka tidak menetap dalam pesantren. untuk mengikuti pelajarannya, mereka harus bersedia untuk bolak-balik dari rumahnya sendiri.

5.      Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Pembelajaran Kitab Kuning
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa tujuan dari pembelajaran kitab kuning adalah untuk membentuk kepribadian muslim seutuhnya dalam mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Dalam pencapaian tujuan tersebut, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pembelajaran kitab kuning. Faktor-faktor tersebut meliputi metode, materi, sarana dan prasarana, santri dan kyai dalam pembelajaran kitab kuning[45].
a.       Metode
Pendidikan agama tidak hanya sekedar mengajarkan ajaran agama kepada peserta didik, tetapi juga menanamkan komitmen terhadap ajaran agama yang dipelajarinya. Hal ini berarti bahwa kitab kuning di pesantren memerlukan pendekatan pengajaran yang berbeda dari pendekatan subjek pelajaran lain. Karena di samping mencapai penguasaan juga menanamkan komitmen, maka metode yang digunakan dalam dalam pengajaran pendidikan agama harus mendapatkan perhatian yang seksama dari pendidik agama karena memiliki pengaruh yang sangat berarti atas keberhasilannya.[46]
b.      Materi
Seperti ungkapan Mujamil, bahwa isi kurikulum pesantren yang paling dominan adalah bahasa Arab, baru kemudian fiqh. Pengetahuan-pengetahuan yang paling diutamakan adalah pengetahuan-pengetahuan yang berhbungan dengan bahasa Arab (ilmu alat) dan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan ilmu syari’at sehari-hari (baik berhubungan dengan ibadah maupun mu’amalah). Bahasa Arab sebagai alat dalam memahami dan mendalami ajaran Islam terutama yang teruraikan dalam Al-Qur’an, hadits, dan kitab-kitab klasik.[47]
c.       Sarana dan Prasarana
Cikal bakal pesantren berawal dari pengajian di langgar atau surau, yang telah difungsikan sebagai pusat pendidikannya. Sarana dan prasarana yang sederhana tersebut kemudian berkembang dengan didirikannya asrama (pondok).[48] Perkembangan selanjutnya dibangun sebuah madrasah, yang pengajarannya berlangsung di dalam kelas, dengan menggunakan bangku, meja, dan papan tulis, untuk mencapai hasil pendidikan yang maksimal. Setidaknya proses pendidikan tetap berjalan karena ada guru, santri, tempat berlangsungnya pendidikan, materi dan metode pembelajaran kitab kuning.
d.      Kyai dan Santri
Dalam sebuah pesantren hubungan kyai dan santri sangatlah erat. Misalkan dalam pembelajaran kitab kuning, seorang kyai akan disebut dengan kyai, jika ia telah benar-benar mendalami dan memahami isi kitab kuning dan mengamalkannya dengan kesungguhan dan keikhlasan. Dan di mata para santri kitab kuning akan dijadikan pedoman berpikir dan tingkah laku apabila telah dikaji di hadapan kyainya.[49] Dari sinilah yang kemudian sangat dibutuhkan keaktifan dalam proses berlangsungnya pembelajaran kitab kuning dari keduanya (kyai dan santri), agar tujuan dari kitab kuning tersebut tercapai.



BAB III
PROSEDUR PENELITIAN.
A.    Pendekatan Penelitian
Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif. Adapuan menurut David Williams, “penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar ilmiah dan dilakukan oleh orang yang mempunyai perhatian ilmiah”.[50] Demikian juga penjelasan Nana Syaodiah Sukmadina bahwa penelitian kualitatif sebagai suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis penomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi dan pemikiran orang secara individual maupun kelompok. Beberapa deskripsi tersebut digunakan untuk menemukan prinsip-prinsip dan penjelasan untuk menuju kesimpulan.[51] Penulis memakai pendekatan ini karena penelitian ini bersifat “naturalistik” artinya penelitian ini terjadi secara alami, apa adanya, dalam situasi normal yang tidak dimanipulasi keadaan dan kondisinya, menekankan pada deskripsi secara alami.[52]
Adapun karakteristik penelitian kualitatif ini adalah:
1.      Mempunyai sifat induktif yaitu pengembangan konsep yang didasarkan atas data yang ada.
2.      Melihat setting dan respons secara keseluruhan atau holistik.
3.      Memahami responden dari titik tolak pandangan responden sendiri.
4.      Menekankan validitas penelitian ditekankan pada kemampuan peneliti.
5.      Menekankan pada setting alami.
6.      Mengutamakan proses daripada hasil.
7.      Menggunakan non-probabilitas sampling.
8.      Peneliti sebagai instrument.
9.      Menganjurkan menggunakan triagulasi.
10.  Menguntungkan diri pada tehnik dasar studi lapangan.
11.  Mengadakan analisis data sejak awal.[53]

Pelaksanaannya menggunakan tekhnik “studi kasus”. Penelitian kasus atau tehnik studi kasus adalah suatu penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci, dan mendetail terhadap suatu organisasi, lembaga atau gejala tertentu.[54] Karena sifat yang mendalam dan mendetail tersebut, studi kasus umumnya menghasilkan gambaran yang ‘longitudinal’ yakni hasil pengumpulan dan analisa data kasus dalam satu jangka waktu.
B.     Lokasi Penelitian
Adapun obyek penelitian adalah Implementasi Metode Pembelajaran Kitab Kuning di Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu. Pemilihan ini didasarkan pada peneliti sudah mengetahui situasi dan kondisi madrasah,  Pondok Pesantren tersebut menerapkan pembelajaran kitab kuning serta, peneliti sekaligus menjadi santri di Pondok Pesantren tersebut dan lokasi penelitian adalah pesantren yang hingga kini tetap mempertahankan ciri khas metode pembelajaran kitab kuning yang menarik minat peneliti sebagai mahasiswa Perguruan Tinggi yaitu Institut Agama Islam Qamarul Huda Bagu.
C.    Kehadiran Peneliti
Sesuai dengan jenis penelitian, yaitu penelitian kualitatif, maka kehadiran peneliti ditempat penelitian sangat diperlukan sebagai instrument utama. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai perencana, pemberi tindakan, pengumpul data, penganalisis data, dan sebagai pelapor hasil penelitian. Peneliti di lokasi juga sebagai pengamat penuh. Disamping itu kehadiran peneliti diketahui statusnya sebagai peneliti sekaligus santri “mukim” oleh pembina dan pengajar Pondok Pesantren Qamrul Huda Bagu Pringgarata Lombok Tengah. Adapun prosesnya, peneliti tercantumkan tabel rancangan jadwal penelitian untuk dijadikan gambaran singkat dalam melakukan penelitian ini,
No
Kegiatan
Bulan
April
Mei
Juni
Juli
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
Pengajuan Judul
















2
Observasi Awal
















3
Pembuatan dan ACC Proposal Penelitian
















4
Mengurus Izin Penelitian
















5
Pelaksanaan Penelitian
















6
Menyusun Laporan Penelitian
















7
Dan Lain-lain
















Tabel 01. Rancangan Jadwal Penelitian
Keterangan: Jadwal Penelitian ini dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan situasi dan  kondisi yang terjadi di lapangan.

D.    Sumber Data
Data merupakan keterangan-keterangan tentang suatu hal, dapat berupa sesuatu hal yang diketahui atau yang yang dianggap atau anggapan. Atau suatu fakta yang digambarkan lewat angka, simbol, kode, dan lain-lain.[55] Data penelitian dikumpulkan baik lewat instrumen pengumpulan data, observasi maupun lewat data dokumentasi. Sumber data secara garis besar terbagi ke dalam dua bagian, yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber pertama melalui prosedur dan tekhnik pengambilan data yang dapat berupa interview, observasi, maupun penggunaan instrumen pengukuran yang khusus dirancang sesuai dengan tujuannya.
Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber tidak langsung yang bisaanya berupa data dokumentasi dan arsip-arsip resmi.[56] Ketepatan dan kecermatan informasi mengenai subjek dan variabel penelitian tergantung pada strategi dan alat pengambilan data yang dipergunakan. Hal ini pada akhirnya akan ikut menentukan ketepatan hasil penelitian.
Menurut Lofland, sebagaimana yang dikutip oleh Moleong menyatakan bahwa “sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain”.[57] Jadi, kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama dan dokumen atau sumber tertulis lainnya merupakan data tambahan.
Jadi sumber data dalam penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan yang diperoleh dari informan yang terkait dalam penelitian, selanjutnya dokumen atau sumber tertulis lainnya merupakan data tambahan. Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah:
1.      Pembina Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu.
2.      Ketua Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu.
3.      Asatidz Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu.
4.      Santri Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu.
E.     Prosedur Pengumpulan Data
Tekhnik pengumpulan data yang digunakan adalah:
1.      Metode Observasi
Observasi merupakan alat pengumpul data yang dilakukan secara sistematis. Observasi dilakukan menurut prosedur dan aturan tertentu sehingga dapat diulangi kembali oleh peneliti dan hasil observasi memberikan kemungkinan untuk ditafsirkan secara ilmiah.
Secara umum observasi dapat dilakukan dengan cara yaitu:
a.       Observasi Partisipan
Adalah suatu proses pengamatan yang dilakukan oleh observasi dengan ikut mengambil bagian dalam kehidupan orang-orang yang akan di observasi.
b.      Observasi Non Partisipan
Merupakan suatu proses pengamatan observer tanpa ikut dalam kehidupan orang yang diobservasi dan secara terpisah berkedudukan sebagai pengamat.[58]
Dalam penelitian ini akan digunalan metode observasi partisipan, dimana untuk mendapatkan data-data dengan melihat langsung fakta di lokasi penelitian dengan cermat, akurat dan sistematik. Dan juga mengikuti kehidupan orang-orang yang akan di observasi.
2.      Metode Interview
Metode interview adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara.[59] Metode ini penulis gunakan untuk melengkapi kekurangan-kekurangan yang ada hubungannya dengan jenis data yang penulis perlukan.
3.      Metode Dokumentasi
Tekhnik dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip ,buku,surat kabar, majalah, parasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya mengisyarat.[60]
Jadi dapat dipahami bahwa metode dokumentasi merupakan metode yang penting dalam penelitian ini sebab data-data tertulis sangat menunjang dalam menganalisis data.


F.     Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.[61] Pengelolaan data atau analisis data merupakan tahap yang penting dan menentukan. Karena pada tahap ini data dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa sampai berhasil menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang diinginkan dalam penelitian. Dalam menganalisis data ini, penulis menggunakan tekhnik analisis deskriptif kualitatif, dimana tekhnik ini penulis gunakan untuk menggambarkan, menuturkan, melukiskan serta menguraikan data yang bersifat kualitatif yang telah penulis peroleh dari hasil metode pengumpulan data. Menurut Seiddel proses analisis data kualitatif adalah sebagai berikut:
1.      Mencatat sesuatu yang dihasilkan dari catatan lapangan, kemudian diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri.
2.      Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan, membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya.
3.      Berpikir dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan membuat temuan-temuan umum.[62]
Adapun langkah yang digunakan peneliti dalam menganalisa data yang telah diperoleh dari berbagai sumber tidak jauh beda dengan langkah-langkah analisa data di atas, yaitu:
1.      Mencatat dan menelaah seluruh hasil data yang diperoleh dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, observasi dan dokumentasi.
2.      Mengumpulkan, memilah-milah, mensistesiskan, membuat ikhtisar dan mengklasifikasikan data sesuai dengan data yang dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah.
Dari data yang telah dikategorikan tersebut, kemudian peneliti berpikir untuk mencari makna, hubungan-hubungan, dan membuat temuantemuan umum terkait dengan rumusan masalah. Dalam menganalisis data, peneliti juga harus menguji keabsahan data agar memperoleh data yang valid. Untuk memperoleh data yang valid, maka dalam penelitian ini digunakan lima tehnik pengecekan dari sembilan tehnik yang dikemukakan oleh Moleong. “Kelima tehnik tersebut adalah Observasi yang dilakukan secara terus menerus (persistent observation), Trianggulasi (trianggulation) sumber data, metode, dan penelitian lain, Pengecekan anggota (member check), 4) Diskusi teman sejawat (reviewing) dan Pengecekan mengenai ketercukupan refrensi (referential adequacy check)”.[63]
Penjelasan secara rinci adalah sebagai berikut:
1.      Observasi secara terus menerus
Langkah ini dilakukan dengan mengadakan observasi secara terus menerus terhadap subyek yang diteliti, guna memahami gejala lebih mendalam, sehingga dapat mengetahui aspek-aspek yang penting sesuai dengan fokus penelitian.
2.      Triangulasi
Yang dimaksud trianggulasi adalah tehnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu, tehniknya dengan pemeriksaan sumber lainnya.[64] Hamidi menjelaskan “tehnik trianggulasi ada lima, yaitu: pertama Trianggulasi metode, kedua Trianggulasi peneliti, ketiga Trianggulasi sumber, keempat Trianggulasi situasi, dan kelima Trianggulasi teori.
3.      Pengecekan anggota
Langkah ini dilakukan dengan melibatkan informan untuk mereview data, untuk mengkonfirmasikan antara data hasil interpretasi peneliti dengan pandangan subyek yang diteliti. Dalam member check ini tidak diberlakukan kepada semua informan, melainkan hanya kepada mereka yang dianggap mewakili.
4.      Diskusi teman sejawat
Dilaksanakan dengan mendiskusikan data yang telah terkumpul dengan pihak-pihak yang memiliki pengetahuan dan keahlian yang relevan, seperti pada dosen pembimbing, pakar penelitian atau pihak yang dianggap kompeten dalam konteks penelitian, termasuk juga teman sejawat.
5.      Ketercukupan refrensi
Untuk memudahkan upaya pemeriksaan kesesuaian antara kesimpulan penelitian dengan data yang diperoleh dari berbagai alat, dilakukan pencatatan dan penyimpanan data dan informasi terhimpun, serta dilakukan pencatatan dan penyimpanan terhadap metode yang digunakan untuk menghimpun dan menganalisis data selama penelitian.
G.    Keabsahan Data dan Temuan
Keabsahan data sangat perlu dilakukan agar data yang dihasilkan dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Keabsahan data merupakan suatu langkah untuk mengurangi kesalahan dalam proses perolehan data penelitian. Maka dari itu dalam proses pengecekan keabsahan data pada penelitian ini harus melalui beberapa tehnik pengujian data.[65] Adapun tehnik pengecekan keabsahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
  1. Perpanjangan keikutsertaan
Peneliti dalam penelitian kualitatif adalah instrument itu sendiri keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam singkat waktu singkat, tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan pada latar penelitian. Perpanjangan keikutsertaan ini berarti peneliti tinggal di lapangan penelitian sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai. Dalam hal ini, peneliti langsung terjun ke lokasi penelitian dan mengikuti serta mengamati proses belajar mengajar dan berbagai kegiatan dalam rangka Implementasi Metode Pembelajaran Kitab Kuning di Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu dalam waktu yang cukup panjang dengan maksud menguji ketidak benaran informasi yang diperkenalkan oleh peneliti sendiri atau responden serta membangun kepercayaan terhadap subyek.
  1. Ketekunan pengamatan
Ketekunan pengamatan dimaksudkan untuk menentukan data dan informasi yang relevan dengan persoalan yang sedang dicari oleh peneliti kemudian peneliti memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.












BAB IV
PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN
A.    PAPARAN DATA
1.      Deskripsi Umum Objek Penelitian
a.       Letak Geografis
Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu merupakan sebuah pondok pesantren yang berada di kawasan Lombok Tengah tepatnya berada di wilayah Kecamatan Pringgarata Desa Bagu.
Untuk lebih tepatnya dapat dijabarkan antara lain:
1)      Di sebelah barat berbatasan dengan Desa Bilebante kecamatan Pringgarata Lombok Tengah
2)      Di sebelah timur berbatasan dengan Desa Sisik Kecamatan Pringgarata Lombok Tengah
3)      Di sebelah selatan berbatasan dengan Desa Menemeng Kecamatan Pringgarata Lombok Tengah
4)      Di sebelah utara berbatasan dengan Desa Tanak Beak Kecamatan Narmada Lombok Barat[66]
b.      Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu
Berdirinya pondok pesantren Qamarul Huda Bagu tidak lepas dari sejarah kehidupan pendirinya yakni TGH. L. M. Turmudzi Badaruddin ketika masih menjadi santri di pondok pesantren Darul Qur’an Bengkel yang pada waktu itu beliau diserahi oleh TGH. Muh. Shaleh Hambali untuk mengajar para santri yang ada di Bengkel, selama mengajar di Bengkel beliau menamakan tempat mengajarnya Qamarul Huda adapun yang lain ada yang namanya Samsul Huda, Badarul Huda dan Najmul Huda.
Pada tahun 1963 tepatnya pada tanggal 1 April TGH. L. M. Badaruddin mengalami perkembangan dari tahun ke tahun membentuk lembaga diniyah dan lembaga formal, Yayasan Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu Lombok Tengah NTB memiliki lembaga pendidikan formal dan non-formal dari Tingkat Dasar, Menengah dan Perguruan Tinggi, yaitu antara lain:
1)      Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Qamarul Huda
2)      Taman Kanak-Kanak Qamarul Huda
3)      Madrasah Ibtida’iyah Qamarul Huda
4)      Madrasah Tsanawiyah Qamarul Huda
5)      Madrasah Aliyah Qamarul Huda
6)      Al-I’dad & Madrasah Diniyah Sufla Qamarul Huda
7)      Madrasah Diniyah Wustha Qamarul Huda.
8)      Ma’had Aly Qamarul Huda
9)      Sekolah Tinggi Agama Islam Ibrahimy Qamarul Huda sampai saat ini baru membuka 3 (dua) fakultas yakni: 
a)    Fakultas Tarbiyah dengan program studi Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Bahas Arab
b)   Fakultas Syari’ah dengan program studi Mu’amalah dan Ahwalussiasyah.
c)    Fakultas Ushuluddin dengan program studi Pemikiran Politik Islam (PPI).        
10)  Sekolah Keguruan dan Ilmu Pendidikan dengan Program Studi:
a)      S1 Bahasa Inggris
b)      S1 Bahasa Indonesia
c)      S1 Matematika
d)     S1 Ekonomi
11)  Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Qamarul Huda dengan program studi:
a)      S1 Keperawatan
b)      D3 Kebidanan
c)      D3 Rekam Medik dan Informatika Kesehatan
d)     D3 Farmasi
e)      Frofesi NERS[67]
c.       Profile Pondok Pesantren
Nama                    : Qamarul Huda
Tahun berdiri        : 1963
Status                   : Yayasan
Tempat                 : Desa Bagu
Kecamatan           : Pringgarata
Kabupaten            : Lombok Tengah
Provinsi                : Nusa Tenggara Barat[68]
d.      Visi dan Misi Pondok Pesatren Qamarul Huda Bagu
Visi
Untuk mencetak kader-kader pemuda yang tafaqquh fiddin dan bermamfaat bagi agama, nusa dan bangsa
Misi
a.       Melakukan pengajaran intensif
b.      Mengoptimalkan proses pengajaran
c.       Meningkatan pengamalan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari[69]
e.       Kondisi Santri
Berikut ini peneliti paparkan keadaan para santri yang ada di Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu antara lain    :
Tabel 02. Kondisi Santri

L/P
Tahun
2008
2009
2010
2011
2012
2013
L
60
65
63
77
80
79
P
67
70
75
80
120
132
Jumlah
127
135
138
157
200
211
(Dokumentasi kondisi santri)[70]
f.       Kondisi Asatidz dan Pengurus
Keadaan dan jumlah Asatidz dan pengurus di Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu yang ada dapat dilihat di tabel di bawah ini:
Tabel 03. Kondisi Asatidz dan Pengurus
No
Nama
Mengajar
Keterangan
1.       
Tamim Ali Akso
Fiqh
Ketua asrama
2.       
Zul Arsil Majid
Nahwu
Sekertaris
3.       
Bq. Ayu Ningsih
Fiqh
Bendahara
4.       
Sukronnadi
Hadits
Perizinan
5.       
L.Hamdani
Nahwu
Koor. Aspura
6.       
Muh. Ichsan
Sharaf
Keamanan
7.       
Satriawan
Bhs Arab
Humas
8.       
Bq. Nurmayana
Tajwid
Koor. Aspuri
9.       
Toyib al-fatwa
__
Kesehatan
(Dokumentasi asatidz dan pengurus)[71]
g.      Keadaan Sarana dan Prasarana
Adapun sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu dapat peneliti paparkan antara lain:
Tabel 04. Keadaan Sarana dan Prasarana
No
Jenis sarana
Jumlah
1.       
Asrama
18 ruang
2.       
Tempat pengajian
6 ruang
3.       
Sekertariat
2 ruang
4.       
Ruangan ketua asrama
1 ruang
5.       
Alat pembelajaran
a.       Papan tulis
b.      Spidol
c.       Penghapus
d.      Dan lain-lain

6 buah
3 kotak
10 buah

            (Dokumentasi sarpras)[72]
2.      Struktur Organisasi Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu
Adapun komposisi kepengurusan Yayasan Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu saat ini adalah sebagai berikut:
Pembina/Pengasuh                  : TGH. L. M. Turmudzi Badaruddin
Ketua Yayasan                        : Drs. H. L. Azhari, M.Pd.I
Sekertaris                                : L. Muhayat,S.Pd.I
Bendahara                               : L. Hamdi
Staf                                         : L. Ihsan
SEKSI-SEKSI
Seksi Pembangunan                : Umi Hj. Halimah Turmudzi
Seksi Pendidikan                    : H. L. Barsih Hadi, S.H.I
Seksi Ekonomi                        : Drs. H. M. Faitang
Seksi Pondok Pesantren          : H. M. Zarkasi Efendi M.Pd.I[73]
3.      Asatidz Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu
Keadaan asatidz di Pondok Pesantren Qamarul Huda pada tahun ini terjadi peningkatan, karena memang asatidznya bukan hanya dari pembina, pengurus dan asatidz di lingkup pondok pesantren saja, bahkan ada beberapa asatidz dari luar, baik alumni maupun tuan guru yang didatangkan sebagai pengajar tambahan, seperti TGH. L. Khairi Adnan, TGH. Muh. Nuh dan lainnya.[74]
Namun walaupun kenyataannya seperti itu menurut pengurus pondok pesantren ini, Ustdz H. Zarkasi Efendi, M.Pd.I masih dirasakan kurang memadai, yang dimana dapat difahami apabila hanya mengandalkan asatidz di luar, waktu mereka agak terganggu dengan tugas yang lainnya, maka dari itu, dibuatlah asatidz dari santri sendiri sebagai pengajar, yang dimana para santri senior mengajar para santri junior.[75]
Lebih lanjut beliau juga menilai positif terhadap ketanaga pengajar dengan adanya bimbingan secara langsung oleh Pembina Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu yaitu TGH. L. M. Turmudzi Badaruddin, dimana bimbingan ini amat sulit ditemukan di pondok-pondok pesantren yang lain.[76]
Titik kelemahan yang terdapat dalam tenaga pegajar, khususnya dalam hal ini para santri senior, seperti apa yang diungkapkan oleh salah satu santri junior bahwa:
“asatidz senior yang belum terlalu memahami apa yang diajarkannya kepada kami, hal ini terlihat ketika kami menanyakan masalah tetang pelajaran yang diajarkan, tidak sedikit jawabannya tidak sesuai dengan pertanyaan yang diutarakan. Dan begitupun dalam hal mengartikan kata per kata dalam kitab kuning, sangat sulit dimengerti seperti tanbiihun yang diartikan jaga-jaga, dan lain sebagainya”.[77]

Hal serupa juga diakui oleh Ustadz Tamim Ali Akso, S.Pd.I bahwa:
“memang harus diakui kebanyakan asatidz dari kalangan santri senior masih belum terlalu memahami apa yang diajarkannya dan masih menggunakan bahasa-bahasa klasikal yang pastinya sulit difahami oleh para santri dalam memahami isi kitab kuning tersebut”.[78]

Demikian pula pengakuan sendiri dari salah satu santri senior, bahwa:
“saya disini sebagai santri yang sudah lebih dahulu mondok disuruh untuk mengajar para santri yang masih baru, meskipun sebenarnya saya belum pantas mengajar kitab kuning karena memang pengetahuan tentangnya masih sangat sedikit, namun seperti itu saya jadikan sebagai ajang untuk melatih diri dalam mengajar”[79]

Terlepas dari itu semua adalah yang terpenting dalam pengrekrutan asatidz lebih mengutamakan backround ahlussunnah wal jama’ah serta pernah megenyam pendidikan pesantren, jadi dalam mengajarkan kitab kuning adanya kesesuaian dengan yang dipelajari oleh Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu.[80]
Mayoritas dari mereka merupakan lulusan pondok pesantren dan sebagian yang lainnya lulusan perguruan tinggi bahkan lulusan makkah dan madinah. Maka dari itu saat ini asatidz mengalami peningkatan dari segi kualitas mapun kuantitasnya.[81]
Dengan keadaan asatidz seperti dipaparkan diatas, Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu memiliki potensi untuk lebih berkembang dan maju, dengan megupayakan memperbaiki kelemahan-kelemahan yang sedang dihadapi, baik dalam hal ketenaga pengajaran dan pembelajaran kitab kuning yang untuk kedepan pondok pesantren ini untuk merencanakan dalam peningkatan mutu pendidikan.
4.      Keadaan Santri Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu
Sejalan dengan waktu, jumlah santri di Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu sampai saat ini terus mengalami perkembangan dan perubahan, baik dari sisi kualitas dan kuantitas. Dari segi kuantitas, ini sesuai dengan data yang tercatat dalam buku induk santri dari tahun ke tahun adanya peningkatan, begitupula dari segi kualitas, adanya upaya pengembangan pemahaman kitab kuning.
Seperti yang dituturkan oleh ketua asrama, Ustdz H. L. Tamim Ali Akso, S.Pd.I bahwa:
“para santri yang berada di Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu minimal adalah lulusan madrasah ibtidaiyah atau sekolah dasar dan ada pula dari mahasiswa. Mereka diwajibkan mengikuti semua kegiatan yang sudah diprogramkan, seperti: rotibul haddad, berzanji, khataman qur’an, shalawat burdah dan pengajian kitab kuning, serta mengikuti kegiatan rutin yang ada di pondok pesantren qamarul huda bagu, seperti khitobah, gema imtihan yang diadakan sekali dalam 1 tahun, pengajian umum pada tiap-tiap malam jum’at, dan lain sebagainya yang bersifat mingguan, bulanan dan tahunan”.[82]

Peneliti juga melihat bahwa, selain mereka menjadi santri, semuanyapun merupakan siswa sekolah formal, bahkan tidak sedikit dari mereka masih melanjutkan jenjang pendidikan sebagai mahasiswa diberbagai perguruan tinggi yag ada di Desa Bagu, seperti: Institut Agama Islam Qamarul Huda (IAIQH), Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Qamarul Huda (STKIP) dan Sekolah Tinggi Kesehatan Qamarul Huda (STIKes).[83]
Mengenai kegiatan yang dilakukan para santri, peneliti mengamati mulai dari pagi hari hingga malam hari yang pada prinsipnya adalah belajar, beribadah, dan berlatih terjun ke tengah-tengah masyarakat. Dalam kegiatan belajar antara lain, berupa pengajian kitab kuning, mengikuti pelajaran Madrasah Diniyah, dan lain-lain. Kegiatan beribadahnya antara lain, shalat berjama’ah, khataman Al-Qur’an, tadarrus Al-Qur’an, dzikir, dan lain-lain. Sedangkan kegiatan berlatih untuk terjun ke tengah masyarakat adalah Gema Imtihan, mengikuti perlombaan-perlombaan yang diadakan oleh beberapa instansi, dan lain-lain.[84]
Kegiatan tersebut diatas, walaupun telah dirancang dengan sangat baik, namun yang menjadi kendalanya adalah keadaan santri yang kebanyakan lulusan dari sekolah formal, seperti SD, SMP, SMA, yang dimana mereka belum pernah mengenyam pendidikan pondok pesantren, sehingga dalam mengaturnya juga agak sulit, meskipun demikian akan selalu diupayakan dalam mendidik sebagaimana yang ada di pondok pesantren ini.[85]
Menurut pengamatan peneliti, adanya beberapa kegiatan di atas merupakan motivasi bagi para santri untuk berani tampil di muka umum ketika mereka kembali ke tengah-tengah masyarakat.[86] Untuk memudahkan pengontrolan terhadap aktivitas para santri tersebut, maka dibuatlah peraturan atau tata tertib pondok yang telah ditetapkan oleh Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu. Dalam peraturan atau tata tertib pesantren disebutkan bahwa bagi para santri diharuskan mengikuti semua kegiatan pondok pesantren yang telah dipaparkan sebelumnya. Dalam hal berpakaian, para santri diwajibkan untuk mengenakan busana muslim yang sopan (sesuai dengan syari’at Islam).[87]
Mengenai jenis sanksi bagi santri yang melanggar peraturan tersebut, disesuaikan dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan. Peraturan-peraturan yang lain dapat dilihat pada halaman lampiran. Dan hingga saat ini kegiatan-kegiatan tersebut masih berjalan dengan baik.
5.      Kurikulum Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu
Sebagai lembaga pendidikan yang berada di dalam Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu, senantiasa berusaha meningkatkan kualitas sistem pendidikan dan pengajarannya, baik dari pendidikan Madrasah Diniyah dan Ma’had Alynya, maupun dari metode pengajarannya. Usaha-usaha peningkatan tersebut dapat peneliti lihat dengan adanya perubahan dari aspek klasifikasi dalam pembelajaran kitab kuning, yaitu: adanya  tingkat kelas Ula (permulaan), kelas Wustho (pertengahan) dan kelas A’laa (tinggi). Perubahan tersebut diikuti dengan perbaikan dan penataan kurikulum dan orientasinya, guna menghasilkan tujuan dari pendidikan dan pengajaran.[88]
Adapun mengenai susunan materi pelajaran kitab kuning  disesuaikan dengan tingkat kelasnya, hal tersebut dapat dilihat dari tabel di bawah ini.
Tabel 05. Klasifikasi Pembelajaran Kitab Kuning
Kelas
Materi pelajaran
Ula
a.       Matan Jurumiyah
b.      Mabaadiul Fiqhiyah
c.       Akhlaqul Lil-banin
d.      Durusul Al- lughoh
e.       Arbin Nawawi
f.       Amtsilatul Jadidah
Wustho
a.       Matan At-taqrib
b.      Amtsilatu At-tasrif
c.       Syarah Dahlan
d.      Mustholahul Al-hadits
e.       Durusul Al-lughoh
f.       Ta’limul Mutaallilm
A’la
a.       Fathul Qorib
b.      Ta’liimul Muta’allim
c.       Durusul Al-lughoh
d.      Mutammimah
(Dokumentasi klasifikasi pembelajaran kitab kunig)[89]

Mengenai pendidikan Ma’had Aly, Usatdz H. L. Tamim Ali Akso S.Pd.I mejelaskan bahwa “pendidikan Ma’had Aly ini khusus diberikan kepada para santri yang sudah berstatus mahasiswa, karna memang pembelajaran kitab kuning yang dikaji lebih mendalam”[90]. Mengenai kitab kuning yang dikaji adalah: Mutammimah, Fathul Mu’in, Safinatun an-naja, Tafsir Jalain, Waroqoh, dan Arbain Nawawi.[91]
Kitab-kitab tersebut dikaji setiap hari sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan. Yang dimana para santri diwajibkan mengikutinya sesuai dengan kelas yang ditempuhnya.
Selain perkembangan dari segi pembelajaran kitab kuning, ada beberapa kegiatan yang dilaksanakan untuk umum, seperti: berzanji, sholawat burdah, istighozah, dan lainnya yang waktunya selesai shalat isya’, bertempat di majlis pembina dan diikuti oleh para santri.[92]
6.      Metode Pembelajaran Kitab Kuning
Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu mengadakan proses pembelajaran kitab kuning bagi para santri pada waktu pagi, siang, sore , dan malam. Dalam proses pembelajaran tersebut Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu sebelum dilakukan pengembangan, pondok pesantren ini menggunakan metode klasik yang berpusat pada tuan guru dan asatidz. Metode tersebut adalah metode bandongan. Seiring dengan kebutuhan untuk menunjang pengembangan dalam pembelajaran kitab kuning Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu menambah metode evaluasi, diskusi dan hafalan.[93]
Metode bandongan ini lebih banyak dimanifestasikan oleh Pembina Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu yang bertempat di masjid dan di rumahnya, seperti penjelasan beliau ketika peneliti dating untuk mewawancarainya, bahwa:
mamiq (saya) dalam mengajar kitab kuning para santri menggunakan metode bandongan, yaitu dengan duduk melingkar, salah satu santri membaca, mamiq mengartikan kata perkata dan menjelaskan isi kitab kuning tersebut kemudian para santri mencatatnya, yang bertempat di mesigit (masjid) dan di gedeng mamiq (rumah saya)”[94]
Mengenai metode evaluasi ini merupakan sebuah metode untuk mengukur pengetahuan para santri dalam materi yang telah diajarkan, itupun diterapkan sewaktu-waktu apabila dibutuhkan dan sebelum diadakan evaluasi, para santri disuruh untuk mempersiapkan terlebih dahulu.[95]
Adapun penerapan metode diskusi hanya dikhususkan kepada para santri yang telah berstatus mahasiswa dengan tujuan untuk melatih berargumen dalam menjawab sebuah permasalahan yang diselaraskan oleh dalil-dalil yang ada didalam kitab-kitab karangan ulama’ salaf.[96]
Demikian pula dengan metode hafalan, diberikan penjelasan oleh Ustadz H. L. Tamim Ali Akso, S.Pd.I bahwa:
“metode hafalan diterapkan menjadi dua bagian, yang pertama khusus bagi para santri yang bestatus mahasiswa diwajibkan menghafal al- fiyah dan arbain nawawi, adapun bagi para santri yang belum menjadi mahasiswa diwajibkan menghafal matan jurumiyah, matan taqrib dan ayat-ayat pendek Al-Qur’an”.[97]
Masih menurut beliau, walaupun metode hafalan diterapkan, namun demikian sekarang ini budaya menghafal dari para santri sudah mulai menurun, ini disebabkan oleh lebih banyaknya waktu untuk sekolah formal,baik mengenai kegiatan yang bersifat intra maupun ekstra.[98]
Hal serupa pula diiyakan oleh pengurus Pondok Pesantren Qamarul Huda bahwa dalam menerapkan metode-metode di pondok pesantren ini adalah lebih banyaknya waktu untuk sekolah formal, yang dimana dengan keadaan tersebut membuat para santri sulit untuk membagi waktu dalam pembelajaran kitab kuning dan menghafalnya.[99]
Demikian pula menurut salah satu santri junior tentang metode pembelajaran kitab kuning di pondok pesantren ini, bahwa mengenai metode pembelajaran kitab kuning disini sangatlah bagus, akan tetapi yang menjadi kendala adalah waktu yang sangat padat, yang dimana diharuskan untuk mengatur waktu, padahal waktu dalam keseharian lebih banyak dipakai di sekolah dan di luar sekolah.belum lagi kesulitan dalam memahami apa yang diajarkan.[100]
Berbeda dengan dengan penilaian pewawancara diatas, salah satu santri junior memandang metode pembelajaran kitab kuning di pondok pesantren sangat memadai, karena dengan metode bandongan para santri bisa belajar bersama dan mendengarkan secara langsung penjelasan dari pembinanya yaitu TGH. L. M. Turmudzi Badaruddin, adapun tentang metode hafalan para santri diharapkan agar lebih mudah dalam memahami gramatika bahasa arab, baik yang berbentuk nadzom ataupun kitab-kitab matan yang untuk selanjutnya mendapat pemahaman dalam mengkaji kitab-kitab syarah dan demikian juga dengan metode diskusi, para santri diharapkan mampu mengkaji kitab kuning secara mendalam dengan membandingkan pendapat para ulama’ dan bisa memilih dan memilah untuk dijadikan pegangan dalam kehiduan.[101]
Meskipun keadaannya seperti itu, ketua asrama pondok pesantren ini tetap memandang optimis untuk selalu mensinergikkan dengan cara mengupayakan pengembangan dalam metodenya dan mengkondisikan dalam pengimplementasiannya, yaitu dengan membuatkan waktu-waktu khusus dalam menghafal dan diskusi agar tidak terganggu dengan kegiatan yang lain, sehingga terciptanya tujuan pembelajaran kitab kunig terssebut.[102]
B.     PEMBAHASAN
Pada pembahasan ini, peneliti berusaha untuk menjelaskan dan menjawab apa yang sudah peneliti temukan dengan beberapa data yang sudah ditemukan, baik dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi. Berangkat dari sini, peneliti mencoba mendiskripsikan data-data yang telah peneliti temukan berdasarkan dari logika dan diperkuat dengan data-data yang kemudian diharapkan bisa menemukan sesuatu yang baru.
Sesuai dengan tehnik analisa yang peneliti gunakan yaitu analisis kualitatif deskriptif (menggambarkan) untuk menjelaskan semua temuan yang sudah ada. Adapun pembahasannya juga berdasarkan rumusan masalah yang sudah peneliti paparkan.
1.      Implementasi Metode Pembelajaran Kitab Kuning di Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu
Pembelajaran kitab kuning merupakan kegiatan yang tidak bisa dipisahkan dalam tubuh pondok pesantren. Kegiatan ini dikalangan pondok pesantren berkeyakinan kukuh bahwa ajaran-ajaran yang terkandung dalam kitab kuning pedoman keberagamaan dan kehidupan yang valid dan relevan, valid artinya ajaran-ajaran tersebut diyakini berasal dari Al-Quran dan Al-Hadits dan relevan artinya bahwa ajaran-ajarannya masih berguna untuk sekarang, nanti dan bahkan sampai kehidupan akhirat.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka peneliti berusaha mendeskripsikan Implementasi Metode Pembelajaran Kitab Kuning di Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu.
a.       Tujuan Pembelajaran Kitab Kuning di Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu
Tujuan merupakan hal yang sangat vital dalam suatu pendidikan, karena tanpa adanya orientasi yang jelas, maka pendidikan tersebut tidak akan tahu arah kedepannya, seperti itu pula Pondok Pesantren Qamarul Huda ini memiliki tujuan dalam mengimplementasikan pembelajaran kitab kuning, yaitu:
1)      Untuk meneruskan perjuangan para kyai, sebagaimana peneliti ketahui bahwa kyai merupakan subyek yang paling penting dalam membina masyarakat dan mengamalkan ajaran-ajaran keagamaan, maka dari itu sangat diperlukan kader-kader untuk meneruskan perjuangannya setelah ditinggal meninggal, agar terjadi estafet kepemimpinan di tengah-tengah masyarakat masing-masing.
2)      Untuk mewarisi dan mengembangkat khazanah keilmuan islam yang terdapat di dalam kitab kuning dan para santri diharapkan mampu mengamalkan isi ajaran-ajarannya, bukan hanya di pondok pesantren, namun lebih daripada itu, mampu mengamalkan di dalam masyarakat, bangsa dan negara, sehingga ilmunya bisa bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.
3)      Untuk mempertahankan  faham ahlussunnah wal jama’ah, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa background pondok pesantren ini adalah berada di bawah naungan Nahdlatul Ulama’ (NU) dan sudah memiliki tekat memperjuangkan, memeliharan dan mengamalkan ajaran ahlussunnah wal jama’ah.
Hal diatas sesuai dengan tujuan pondok pesantren ini yang dipaparkan secara umum melalui visi dan misinya.
b.      Pelaksanaan Pembelajaran Kitab Kuning di Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu
Dalam pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu, masih menggunakan sistem klasik yaitu kelas Ula ,kelas Wustho, dan A’la. Adapun kitab-kitab yang dipakai pada setiap tingkatan kelas tersebut telah disebutkan secara rinci pada pembahasan sebelumnya. Dan juga mengenai metode yang diterapkan oleh pondok pesantren ini, telah peneliti jelaskan. Ada beberapa hal yang akan digambarkan peneliti berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran kitab kuning ini.
1)      Materi Pembelajaaran Kitab Kuning
Seharusnya pengajaran dasar-dasar keislaman ditempuh harus sesuai dengan tingkat kemampuan para santri agar adanya kesesuaian dengan tingkat kemampuannya.
Begitu pula dengan penelitian yang peneliti lakukan di Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu bahwasanya, materi pembelajara kitab kuning yang diterapkan ternyata bisa dikatakan belum sesuai dengan kelasnya masing-masing, inipun berdampak pada ketidak sesuaian antara kemampuan santri terhadap kitab kuning yang dipelajarinya, hal tersebut terlihat dari dari tabel klasifikasi pembelajaran kitab kuning itu sendiri, yang mana antara kelas Ula, Wustho dan A’la terdapat kesamaan pembelajaran kitab kuning, yaitu pada kitab Durusul Al-Lughoh, Amtsilatul Jadidah/Tashrif, dan Ta’limul Muta’allim, bahkan antara kelas Ula dan A’la keduanya itu ada kesamaan pembelajaran kitab kuning dengan apa yang dikaji di pendidikan Ma’had Aly, yaitu kitab Mutammimah dan Arbain Nawawi.
Hal tersebut bisa ditoleril, karena memang seperti interview peneliti, bahwa pengklasifikasian dilakukan disesuaikan dengan tingkat pendidikan formal santri itu sendiri.
Namun walaupun kenyataannya seperti itu peneliti menilai bahwa dengan adanya pengklasifikasian, pondok pesantren ini untuk kedepan sudah bisa memetakan dalam penentuan pembelajaran kitab kuning, serta arahnya jelas untuk para santri.
2)      Metode Pembelajaran Kitab Kunig
Sejak awal berdiri dan berkembangnya metode pembelajaran kitab kuning yang dipakai adalah metode yang lazim dipakai di pondok pesantren pada umumnya, yaitu:
a)      Metode bandongan
Metode yang digunakan di Pondok Pesantren Qamarul Huda dalam pembelajaran kitab kuning, baik yang bersifat kelas kecil maupun kelas besar. Kelas kecil maksudnya pembelajaran yang diikuti oleh beberapa santri sesuai dengan kelasnya, kelas besar artinya pembelajaran yang dilakukan di tempat umum dan diikuti oleh semua santri. Metode bandongan ini bisaanya digunakan oleh Pembina pondok pesantren yang dilaksanakan di masjid  setiap selepas shalat magrib dan subuh, dan gedeng (rumah) Pembina selepas shalat isya’.
Metode ini lebih dominan dipakai dalam pembelajaran kitab tafsir, fiqh dan tasawuf.
Dalam metode ini tuan guru menyuruh salah satu santri membaca dan tuan guru mengartikan kata perkata selanjutnya menjelaskan isi kitab kuning tersebut, sedangkan para santri menyimak, mencatat apa yang telah dijelaskan oleh tuan guru. Dalam penjelasannya terkadang memakai bahasa sasak, terkadang pula memakai bahasa Indonesia dan bahasa klasikal.
Demikian terdapat pula nilai positif dalam metode ini yaitu, kemampuan dalam menamatkan kitab lebih cepat dan dapat mengajar santri dengan skala yang lebih banyak dan pemahaman yang diberikan oleh pembina itu sendiri lebih bervariatif, ini akan memberikan pengetahuan lebih banyak kepada para santri.
b)      Metode evaluasi
Metode ini bisaanya digunakan dalam waktu-waktu tertentu saja, dan memang sudah ditentukan oleh asatidz. Sebelum pelaksanaannya santri diberitahu terlebih dahulu, agar mereka memiliki persiapan, bahkan dalam evaluasi yang berbentuk acara Gema Imtihan, para santri diberikan soalnya dan ketika acara tersebut dimulai asatidz mempertanyakan soal yang sudah diberikan dan para santri menjawab.
Pertanyaan-pertanyan tersebut bisaanya dalam bentuk lisan dan tulisan. Metode ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman santri terhadap materi yang telah diterimanya. Metode ini digunakan pada seluruh materi kitab kuning.
c)      Metode diskusi
Metode ini kelihatannya bisa dikatakan metode baru bagi kalangan pesantren, metode diskusi diterapakan oleh pondok pesantren Qamarul Huda Bagu dalam jangka waktu enam bulan sekali dan pesertanya dikhususkan hanya bagi santri yang sudah berstatus mahasiswa atau dengan kata lain khusus bagi santri yang mengenyam pendidikan Ma’had Aly.
d)     Metode hafalan
Tampaknya metode ini adalah metode yang merupakan ciri khas yang sangat melekat pada sistem pendidikan tradisional, termasuk pesantren. Di Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu, metode ini digunakan dengan membagi golongan menjadi dua, yang pertama khusus bagi para santri yang bestatus mahasiswa diwajibkan menghafal al- fiyah dan arbain nawawi, adapun bagi para santri yang belum diwajibkan menghafal matan jurumiyah, matan taqrib dan ayat-ayat pendek Al-Qur’an.
2.      Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Implementasi Pembelajaran Kitab Kuning di Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwasanya pembelajaran di pondok pesantren memiliki tujuan, yaitu untuk membentuk kader-kader penerus perjuangan ulama’ yang berguna untuk masyarakat, agama, bangsa dan negara.
Dalam proses pembelajaran kitab kuning, diharapkan terjadinya proses perubahan pada santri baik dari segi kognitif, afektif, dan psikomotoriknya, sehingga akan berubah pula tingkah laku para santri dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam pemahaman agama, cara berpikir, maupun akhlaknya ke arah yang positif.
Dalam pencapaian tujuan tersebut, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu faktor-faktor apa sajakah yang mendukung proses berlangsungnya pembelajaran dan faktor yang menghambatnya. Faktor-faktor tersebut meliputi santri, asatidz, media, metode, materi, serta waktu pelaksanaannya.
a.       Faktor-Faktor Pendukung
Beberapa hal yang mendukung dalam pelaksanaan pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu antara lain meliputi sarana dan prasarana pembelajaran, materi pembelajaran serta santri dan asatidz (asatidz) dalam proses pembelajaran kitab kuning. Faktor-faktor tersebut akan dijelaskan secara terpisah.
1)      Sarana dan Prasarana Pembelajaran
Secara sederhana sarana dan prasarana (sarpras) dapat dirumuskan sebagai segala sesuatu yang dapat memberikan kemudahan kepada para santri dalam memperoleh sejumlah informasi, pengetahuan, pemahaman, dan kreatifitas dalam proses belajar-mengajar.
Pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu memiliki sarana dan prasarana yang cukup memadai, sehingga santri tidak menemui kesulitan dalam mempelajari materi kitab kuning tersebut. Begitu pula halnya dengan asatidz yang dalam hal ini asatidz yang menyampaikan isi dari kitab kuning akan lebih mudah untuk memberikan pembelajaran, penjelasan dan pemahaman terhadap para santri.
Adapun sarana dan prasarana yang tersedia antara lain ruang pembelajaran yang jauh dari keramaian, papan tulis, spidol, penghapus, dan lain sebagainya. Sarpras ini telah peneliti paparkan pada bagian paparan data.
2)      Materi Pembelajaran
Sistem pendidikan yang dipakai oleh Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu adalah sistem pendidikan Diniyah dan pendidikan Ma’had Aly. Dalam pendidikan diniyah ini terbagi pula kelas-kelas yang diurut sesuai kemampuan santri yang dinilai lewat usianya. Dalam setiap tingkatan kelas, materi yang diajarkan oleh asatidz selalu memiliki keterkaitan dengan kitab yang lainnya. Sehingga dengan ini santri akan lebih memiliki pengetahuan yang luas tentang materi yang diajarinya.
Demikian pula dengan adanya pendidikan Ma’had Aly yang dikhususkan kepada para santri yang telah berstatus mahasiswa dapat mempelajari kitab-kitab yang kapasitasnya lebih tinggi dan memberikan pengetahuan yang lebih dalam pembelajaran kitab kuning dengan menilik dan membandingkan pendapat para ulama’ salaf.
3)      Santri dan asatidz
Santri sebagai salah satu komponen dalam pembelajaran kitab kuning, juga memiliki peran penting terhadap usaha pencapaian tujuan pembelajaran kitab kuning.
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwasanya Pondok ini sebagian para santri telah mengenyam pendidikannya lebih dahulu yang pada akhirnya adanya saling bertanya antara satu dengan yang lainnya tentang masalah-masalah yang dihadapi masing-masing pihak.
Faktor pendukung yang lain adalah para asatidz yang didiatangkan dari luar, seperti yang telah peneliti paparkan sebelumnya yaitu para tuan guru yang berbasis NU dan para alumni dari lulusan pondok pesantren lain. Begitu pula dengan adanya bimbingan dan pengajaran langsung dari Pembinanya.
Diantara mereka akan disebut sebagai pengajar yang berkualitas apabila ia mampu mengadakan penelitian dan pengembangan ilmu yang ditekuninya. Lulusan dari berbagai pondok pesantren, serta lulusan dari makkah dan madinah.
b.      Faktor-Faktor Penghambat
Seperti yang telah dipaparkan di atas, bahwa faktor penghambat pelaksanaan pembelajaran kitab kuning meliputi; santri dan asatidz, media, metode, serta waktu pelaksanaan. Kesemuanya akan dijelaskan secara terpisah.
1)      Asatidz dan Santri
Santri dan ustadz memiliki peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran kitab kuning. Selama pembelajaran berlangsung, maka saat itu pula keaktifan dari ustadz dan santri sangat diperlukan. Sebab, tujuan pembelajaran dikatakan berhasil apabila ada timbal balik antara guru dan murid.
Dari beberapa penuturan para pengajar/ustadz bahwa selama pembelajaran kitab berlangsung, santri yang kurang aktif (tidak hadir), kurang memiliki semangat tinggi dalam belajar, akan menghambat jalannya pembelajaran kitab kuning. Ada beberapa penyebab yang menjadikan santri kurang semangat dalam mengikuti pembelajaran kitab kuning. Pertama, sebagian besar waktu yang dimiliki oleh santri tersita oleh sekolah formal, karena mengingat padatnya kegiatan sekolah formal mulai dari pagi hingga sore hari, baik yang sifatnya intra maupun ekstra.
Di samping itu juga, hubungan yang kurang ‘harmonis’ atau miskomunikasi antara santri dan ustadz disebabkan kesibukannya masing-masing.
Maka tidak heran jika para ustadz belum mengenal karakter yang dimiliki santri. Padahal pengenalan dan pendalaman karakter anak didik akan sangat membantu dan mempermudah guru dalam penyampaian materi, serta bisa melakukan penyesuaian metode yang akan digunakan, serta arah bakat para santri itu sendiri.
Seperti yang telah kita ketahui, tugas guru yang paling utama adalah bagaimana mengkondisikan lingkungan belajar yang menyenangkan, agar dapat membangkitkan rasa ingin tahu semua peserta didik sehingga tumbuh minat dan nafsunya untuk belajar.
Sementara itu juga penguasaan santri terhadap materi kitab kuning dalam pembelajaran di Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu, santri masih merasa kesulitan dalam menguasai kitab kuning, karena mereka sendiri tidak bisa memahami bahasa klasikal yang telah peneliti gambarkan diatas dan juga belum menguasai bahasa Arab beserta ilmu alatnya (nahwu dan shorof).
Seperti yang peneliti ketahui bahwa penguasaan bahasa arab serta ilmu alatnya adalah hal yang urgen dalam memahami kitab kuning, ini disebabkan semua isi kitab kuning tersebut menggunakan bahasa arab dan banyak berisi istilah-istilah yang jikalau para pengajar/ustadz tidak menyesuaikan dengan bahasa kekinian, maka berakibat para santri sulit memahami kandungannya.
Inilah yang menjadi salah satu syarat untuk memahami kitab kuning dan dari beberapa penuturan ustadz, bahwa santri juga masih ada yang belum menguasai tata cara penulisan Arab, sehingga ustadz menemui kesulitan ketika mengoreksi tugas yang diberikannya.
2)      Media Pembelajaran
Guna menyampaikan pesan yang terdapat dalam kitab kuning, seorang ustadz membutuhkan suatu media pembelajaran, sebagai salah satu upaya untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat santri dalam proses pembelajaran tersebut.
Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu merupakan salah satu pondok pesantren yang memiliki dan memegang teguh prinsip kesederhanaan. Maka berangkat dari prinsip itulah, media pembelajaran yang terdapat di pesantren ini masih kurang memadai. Seperti keberadaan buku paket di pesantren, masih ada dari para santri yang tidak memilikinya. Sehingga sulit bagi para pengajar untuk menyampaikan dan memberikan pemahaman materi terhadap santri.
Selain keberadaan buku paket yang kurang memadai, juga banyaknya buku-buku terjemahan kitab yang membuat santri malas untuk mempelajari kitab non terjemahan, sehingga santri lebih memilih untuk mempelajari kitab terjemahan tersebut. Inilah yang menyebabkan santri untuk tidak terbisaa dalam memahami dan menguasai materi kitab kuning.
3)      Metode Pembelajaran
Pendidikan agama islam haruslah diinternalisasikan ke dalam kepribadian para santri agar adanya keseimbangan antara ilmu dengan akhlak sebagai bekal untuk menjalani kehidupan, baik di dunia maupun di alam akhirat. Hal ini berarti bahwa pendidikan agama islam memerlukan pendekatan pengajaran yang berbeda dari pendekatan subjek pelajaran lain, karena di samping mencapai penguasaan juga menanamkan komitmen, maka metode yang digunakan dalam dalam pengajaran pendidikan agama harus mendapatkan perhatian yang seksama dari pendidik, karena memiliki pengaruh yang sangat berarti atas keberhasilannya.
Metode tidak hanya berpengaruh pada peningkatan penguasaan materi saja akan tetapi juga pada penanaman komitmen beragama, karena yang terakhir ini lebih ditentukan oleh proses pengajarannya daripada materinya.
Metode yang dipakai dalam pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu (dominan) adalah metode bandongan. Dalam metode ini, tuan guru menunjuk salah satu santri untuk membaca, kemudian tuan guru menerjemahkan, dan menerangkan kandungan yang terdapat dalam kitab kuning, sedangkan santri menyimak dengan seksama, dan menulis ulang apa yang telah disampaikan oleh tuan gurunya.
Ternyata dengan pemakaian metode ini, sebagian para santri mengalami kejenuhan, sebab metode ini telah tersaingi dengan metode-metode yang ada di lembaga-lembaga formal dan juga tidak adanya feedback dalam pembelajaran kitab kuning.
Inipun berdampak pada metode yang dilakukan oleh asatidz, baik asatidz maupun para santri senior ketika dalam proses pembelajaran, para santri hanya mendengar dan mematuhi apa yang diajarkan, dengann tidak adanya sikaf kritis dari para santri tersebut.
Dalam implementasi metode diskusi juga masih kekurangan dalam pemahaman dan variasi kitab kuningnya dari para santri yang berstatus mahasiswa. Hal tersebut sama dengan metode hafalan yang terhambat oleh minat menghafal para santri. Demikianpun metode evaluasi yang sifatnya mempermudah para santri dalam melewatinya.
4)      Waktu Pelaksanaan
Dari beberapa komponen pembelajaran, ada satu hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pembelajaran, yaitu waktu pelaksanaan pembelajaran itu sendiri. Sebab, berbicara masalah waktu, maka berkaitan erat dengan situasi dan kondisi pelaksanaan pembelajaran.
Menurut pengamatan peneliti, waktu pelaksanaan pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu bisa dikatakan cukup padat. Pembelajaran kitab dilakukan pada malam hari yaitu setelah shalat magrib, isya’, subuh dan ba’da asar. Hal tersebut diakui oleh beberapa asatidz sebagai akibat ketidak konsentrasian para santri disebabkan waktu kegiatan yang lain terbentur, yang para santri sangat sedikit memiliki waktu istirahat. Jadi para santri sulit untuk memahami dan para satidz sulit memberikan pemahaman mengenai materi kitab kuning.
3.      Upaya-Upaya yang Dilakukan oleh Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu dalam Mengatasi Hambatan-Hambatan dan Memenuhi Dukungan dalam Implementasi Pembelajaran Kitab Kuning
Banyak kendala-kendala yang dihadapi oleh Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu dan pendukung yang masih belum terpenuhi dalam Implementasi Metode Pembelajaran Kitab Kuning, bukan berarti hal tersebut tidak dapat dilaksanakan, hanya saja untuk melaksanakan program pembelajaran kitab kuning tersebut harus menemukan sebuah solusi yang mampu menyelesaikan kendala-kendala tersebut dan memenuhi pendukung yang belum terpenuhi, baik itu yang berada pada asatidz,  santri, sarana dan prasarana, media pembelajaran, metode pembelajaran dan waktu pelaksanaannya.
Dibawah ini peneliti akan menjelaskan secara spesifik mengenai upaya-upaya tersebut diatas.
a.       Upaya-Upaya dalam Mengatasi Hambatan-Hambatan
1)      Asatidz dan Santri
Masalah yang telah ditemukan peneliti mengenai asatidz dan santri bahwa adanya santri kurang aktif dan tidak memiliki semangat tinggi dalam belajar dan penguasaan dalam gramatikal bahasa arab masih minim. Hal tersebut bisa diatasi dengan cara memberikan dan memancing kritis para santri dalam pembelajaran kitab kuning agar adanya timbal balik agar terciptanya semangat belajar lebih tinggi, begitupun dengan penguasaan gramatikal bahasa arab dapat diatasi dengan memperbanyak latihan lebih banyak dan memperbanyak menghafal kosa kata bahasa arab.
Adapun tentang asatidz yang masih menggunakan pengertian klasikal, ketidak mengetahui karakter para santri sekaligus hubungannya dengan para santri yang kurang harmonis.
Kesemuanya dapat diatasi dengan mengusahakan dalam mengartikan bahasa kitab kuning dengan pengertian kekinian supaya para sanri memahami dan bisa memanifestasikan dalam kehidupan yang sekarang ini, demikian pula harus mengetahui karakter para santri sehingga terwujudya karakter tiap-tiap santri dalam pengarahan bakat masing-masing dan juga perlu diciptakan hubungan yang harmonis antara keduanya dengan cara saling memperhatikan, lebih-lebih asatidz harus memulai memperhatikan para santri dalam hal apapun.
2)      Media pembelajaran
Mengenai media pembelajaran dalam pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu ada dua permasalahan, yaitu adanya buku paket yang masih minim dan komersialisasi terjemahan kitab kuning di kalangan para santri. Kedua masalah diatas dapat diatasi dengan memenuhi buku paket kepada para santri agar memudahkan asatidz dalam pembelajaran kitab kuning.
Adapun tentang komersialisasi itu boleh-boleh saja, akan tetapi hanya dijadikan perbandingan dalam memahami kitab kunig, padahal itu hanya terjemahan saja tanpa adanya penjelasan yang mendetail, dengan kenyataan ini adanye kesempatan bagi asatidz untuk mengembangkan dan menjelaskan lebih detil mengenai terjemahan kitab kuning tersebut.
3)      Metode pembelajaran
Lain media, lain pula masalah yang terjadi dengan metode pembelajarannya, yang dimana metode pembelajaran di pondok pesantren ini menerapkan tiga metode yaitu, metode bandongan yang sifatnya otoriter, metode diskusi yang belum memadai, baik dari segi pemahaman maupun refrensinya dan metode hafalan yang semakin menurun.
Kesemua metode itu dapat diatasi dengan merubah sedikit demi sedikit dengan membeikan dan menawarkan Tanya jawab tentang materi kitab kuning dalam metode bandongan, demikian pula dalam mengatasi keadaan metode diskusi dengan memberikan ilmu yang lebih mendasar kepada para santri yang bersatus mahasiswa dan menyiapkan pembelajaran kitab kuning yang banyak dan masalah metode yang terakhir bisa diatasi dengan cara menjadwalkan waktu-waktu yang efektif dalam menghafal dan mengkolaborasikan hafalan dengan intonasi lagu-lagu yang bisa memberikan daya tarik serta mempermudah dalam menghafalnya, sehingga memiliki minat dalam menghafal. Dan mengupayakan dalam metode evaluasi tidak bersifat dogmatis.
4)      Waktu pelaksanaan
Tentang masalah waktu pelaksanaan pembelajaran kitab kuning yang padat yang mengakibatkan para santri tidak konsentrasi dalam mengikuti pembelajran tersebut, hal ini diatasi dengan menyedikitkan waktu dan lebih meringkas dalam memberikan pemahaman isi kitab kuning tersebut, sehingga adanya kesesuaian dengan kondisi para santri.
b.      Upaya-Upaya dalam Memenuhi Dukungan
1)      Sarana dan Prasarana Pembelajaran
Mengenai upaya dalam memenuhi sarana dan prasarana di Pondok Pesantren telah disentuh pada paparan data diatas bahwa untuk memenuhinya adalah dengan cara bekerja sama dengan lembaga-lebaga yang ada di sekitar Yayasan Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu.
2)      Materi Pembelajaran
Terhadap materi pembelajaran kitab kuning yang terbagi atas dua pendidikan, yaitu pendidikan Diniyah dan Ma’had Aly, Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu mengupayakan dengan cara menyesuaikan meteri dengan tingkat usia para santri dengan membuat pengklasifikasian terhadap para santri yang belum berstatus mahasiswa dan mengkhususkan pembelajaran kitab kunig bertaraf lebih tinggi bagai para santri yang telah berstatus mahasiswa.
3)      Santri dan asatidz
Telah digambarkan secara jelas mengenai faktor pendukung dari santri dan asatidz bahwa adanya sebagian santri yang telah mengenyam pendidikan pesantren terlebih dahulu dan asatidz yang berhaluan ahlussunnah wal jama’ah dengan lulusan dari beberapa pondok pesantren diluar Lombok, sehingga dalam mengupayakannya dengan semakin memperbanyak rekrutmen terhadap calon santri dan asatidz yang telah mengenyam pendidikan pesantren diluar yang terkenal.


BAB V
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan dan analisa data yang telah peneliti uraikan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan guna menjawab semua rumusan masalah yang ada, diantaranya yaitu:
1.      Bahwasanya Implementasi Metode Pembelajaran Kitab Kuning di Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu masih memiliki corak tradisional, yakni masih menggunakan ilmu-ilmu khas pesantren yang terdapat dalam kitab kuning dan tidak memasukkan ilmu-ilmu umum dalam kurikulum pendidikannya. Sedangkan metode pembelajaran kitab yang dipakai di dalam kelas-kelas Diniyah dan Ma’had Aly meliputi metode bandongan, metode hafalan, metode evaluasi dan diskusi. Sedangkan metode yang dipakai dalam pengajian umum adalah metode bandongan, dikarenakan jumlah santri yang sangat besar. Dalam proses berlangsungnya, sebelum dan sesudah pembelajaran kitab didahului dengan doa-doa yang ditujukan kepada nabi Muhammad saw, orang tua, guru, dan pengarang kitab, sehingga diharapkan ilmu yang dipelajarinya akan membawa barokah.
2.      Faktor pendukung dan penghambat dalam Implementasi Metode Pembelajaran Kitab Kuning meliputi beberapa komponen dalam pembelajaran kitab itu sendiri. Adapun faktor pendukung mencakup sarana dan prasarana pembelajaran yang cukup memadai, materi pembelajaran yang memiliki keterkaitan dengan kitab-kitab lainnya, serta santri dan ustadz, yang mayoritas memiliki keilmuan yang memadai. Sedangkan pada faktor penghambat meliputi santri dan ustadz yang tidak aktif atau kurang semangat dalam mengikuti pembelajaran kitab, media pembelajaran yang meliputi buku paket, masih ada santri yang belum memilikinya dan juga adanya buku-buku terjemahan yang menjadikan santri malas untuk mempelajari kitab non-terjemah, metode pembelajaran yang monoton mengakibatkan santri dan ustadz merasa jenuh, dan terakhir adalah waktu pembelajaran kitab yang sangat padat sehingga berakibat tidak konsentrasinya para santri dalam mengikuti pembelajaran kitab kuning.
3.      Upaya-Upaya yang Dilakukan oleh Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu dalam Mengatasi Hambatan-Hambatan dan Memenuhi Dukungan dalam Implementasi Pembelajaran Kitab Kuning, yaitu:
a.       Upaya-upaya dalam mengatasi hambatan-hambatan
Dalam mengatasi hambatan-hambatan asatidz dan santri adalah dengan cara memberikan dan memancing kritis para santri dalam pembelajaran kitab kuning dan mengupayakn terciptanya keharmonisan, begitu juga dengan menyiapkan buku paket yang lebih banyak, sama halnya dengan keempat metode yang diterapkan agar menyesuaikan dengan situasi dan kondisi para santri dan waktu pelaksanaan yang lebih efesien.
b.      Upaya-upaya dalam memenuhi dukungan
Pengupayaan dalam memenuhi sarana dan prasarana dengan bekerja sama dengan semua lembaga yang ada, penyesuaian materi pembelajaran dengan tingkat usia para santri dan memperbanyak dalam merekrut santri dan asatidz dari berbagai lulusan pondok pesantren.
B.     SARAN
Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran kuning di Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu dan mengacu pada kesimpulan di atas, maka saran yang dapat diajukan adalah sebagai berikut:
1.      Meningkatkan komunikasi antara asatidz dan santri agar tercipta hubungan yang harmonis, karena dengan begitu, ustadz akan lebih mengenal karakter santri, terutama dalam proses pembelajaran kitab kuning.
2.      Penggunaan metode pembelajaran kitab lebih baik tidak hanya terfokus oleh satu metode saja, akan tetapi tidak ada salahnya jika mencoba dengan menggunakan metode lain. Misalkan untuk materi fiqh menggunakan metode praktek/demonstrasi. Sehingga santri akan termotivasi untuk lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran kitab kuning.
3.      Dalam Implementasi Metode Pembelajaran Kitab Kuning yang terlaksana, tidak dapat dilepaskan dari hambatan dan dukungan yang akan terus berkembang. Oleh karena itulah diperlukan solusi-solusi yang kreatif yang mampumenyelesaikan kendala-kendala yang akan dihadapi nanti.


DAFTAR  PUSTAKA
Dhofier, Zamakhsyari. 1994. Tradisi Pesantren. Jakarta: LP3ES.
Dawam Rahardjo, M. 1985. Pesantren dan Pembaharuan. Jakarta: LP3ES.
Van Bruinessen, Martin. 1995. Kitab kuning, Pesantren dan Tarekat. Bandung: Mizan.

LP2M IAIQH. 2009. Pedoman Penulisan Skripsi IAIQH Bagu. IAIQH PRES.
Dahlan Al Barry, M. 2001. Kamus Ilmiah Polpuler. Surabaya: Arkola.
Aqiel Siradj, Sa’id, dkk. 2004. Pesantren Masa Depan. Cirebon: Pustaka Hidayah.

Tim Penyusun Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT.Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000.
Madjid, Nurcholis. 2002. Modernisasi Pesantren. Jakarta: Ciputat Press.
Santoso, Ananda. 2002. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Bandung: Pustaka Dua.

Muhaimin. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung: Trigenda Karya.
Mahfudh, Sahal. 1994.  Nuansa Fiqih Sosial. Yogyakarta: LKiS.
Azwar, Saifuddin. 2005. Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Lexy J, Moeloeng. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif  Jakarta: Rineka Cipta.
Suharsimi, Arikunto. 2000. Manajemen Penelitian. Rineka Cipta: Jakarta.

Arief, Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press

Wahid, Abdurrahman. 2001. Menggerakkan Tradisi: Esai-Esai Pesantren. Yogyakarta: LKiS.

Turmudi, Endang. 2004. Perselingkuhan Kyai dan Kekuasaan. Yogyakarta: LKiS.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.

Departemen Agama RI, 2003. Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah pertumbuhan dan Perkembangannya, Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam  .

Qamar, Mujamil.1996. Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi. Jakarta: Erlangga.

Syah, Muhibbin. 2004. Psikologi Pendidikan., Bandung: Rosdakarya.
Syahatah, Husein. 1999.  Quantum Learning plus: Sukses Belajar Cara Islam, Bandung: Mizan.

Syaodiah Sukmadina, Nana. 2005. Metode Penelitian Pendidikan, Bnadung: Remaja Rosdakarya.

Dokumentasi.
Wanwancara.
.



[1] Arief Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Ciputat Press, Ciputat, 2002, hal.26.
[2] Kyai adalah sebuah gelar untuk menunjuk para ulama’ dari kelompok islam tradisional. (Zamakhsayari Dhofier, Tradisi Pesantren, LP3ES, Jakarta, 1994, hal.55).
[3] Menurut M.Habib Chirzin, ustadz adalah pembantu kyai yang disebut badal (pengganti) atau qari’ (pembaca) yang terdiri dari santri senior. (M. Dawam Rahardjo, Pesantren dan Pembaharuan, LP3ES, Jakarta, 1985, hal.88).
[4] Sorogan berasal dari kata sorog yang berarti mengajukan, seorang santri menyodorkan kepada kyai atau ustdz, kemudian diberikan tuntunan cara membaca, menghafal dan menerjemahkannya (Ibid.hal.118.)
[5] Bandongan adalah mengikuti dan memperhatikan apa yang dibacakan, diartikan dan dijelaskan oleh kyai atau ustdz (Ibid.hal.118.)
[6] Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat, Mizan,  Bandung, 1995, hal.17.
[7] Observasi pada tanggal 27 maret 2013.
[8] Ananda Santoso, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Pustaka Dua, Surabaya, 2002, hal. 247.            
[9] Ibid, hal.295.
[10] Armai Arief, Op.Cit., hal.40.
[11] Sa’id Aqiel Siradj, dkk. Pesantren Masa Depan, Pustaka Hidayah, Cirebon, 2004, hal.222.
[12] Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi: Esai-Esai Pesantren, LKiS, Yogyakarta, 2001, Hal.3.
[13] M. Dawam Rahardjo, Op.Cit., hal.55.
[14] Endang Turmudi, Perselingkuhan Kyai dan Kekuasaan, LKiS, Yogyakarta, 2004, hal.36.
[15] Harakat ialah tanda-tanda yang menunjukkan huruf ganda, bunyi pendek, dan tidak berbaris. (Tim Penyusun Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT.Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000., hal.151).
[16] Sa’id Aqiel Siradj, dkk, Loc.Cit.
[17] Sa’id Aqiel Siradj, dkk, Op.Cit., hal.335.
[18] Nurcholish Madjid, Modernisasi Pesantren, Ciputat Press, Jakarta, 2002, hal.68-70.
[19] Martin Van Bruinessen, Op.Cit., hal.148-163.
[20] Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam, Trigenda Karya, Bandung, 1993, hal.300.
[21] Menurut Mujamil Qamar (Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial, Yogyakarta:LKiS, 1994. hal.264).
[22] Sa’id Aqiel Siradj, dkk. Op.Cit., hal.223.
[23] Armai Arief, Loc.Cit.
[24] Menurut Husein Haikal (M. Dawam Rahardjo, Op.Cip., hal.25).
[25] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1995,  hal.652.
[26] UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Citra Umbara, Bandung, hal.5.
[27] Sa’id Aqiel Siradj, dkk, Op.Cit., hal. 280.
[28] Sa’id Aqiel Siradj, dkk, Op.Cit., hal. 281.
[29] Endang Turmudi, Loc.Cit.
[30] Mujamil Qamar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, Erlangga, Jakarta, hal.143.
[31]  Ibid, hal.145
[32]  Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam, Op.Cit., hal.336.
[33] Sa’id Aqiel Siradj dkk. Op.Cit., hal.281.
[34] Mujamil Qamar, Op.Cit., hal.146.
[35] Abdur Rahman Saleh. Pedoman Pembinaan Pondok Pesantren, Departemen Agama RI, Jakarta, 1982, hal.80.
[36] Muhaimin, Op.Cit., hal.89.
[37] Sa’id Aqiel Siradj. dkk. Op.Cit., hal.284.
[38] Departemen Agama RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah pertumbuhan dan Perkembangannya (Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Jakarta, 2003), hal.46-47.
[39] Zamakhasyari Dhofier, Op.Cit., hal.55.
[40] Muhaimin, Op.Cit., hal.167.
[41] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, Rosdakarya, Bandung, 2004, hal.223.
[42] Husein Syahatah, Quantum Learning plus, Sukses Belajar Cara Islam, Mizan,Bandung, 1999, hal.46.
[43] Muhaimin, Op.Cit., hal.112.
[44] Zamakhasyari Dhofier, Op.Cit., hal.51.
[45] Nurcholish Madjid, Op.Cit., hal.29.
[46] Arief Armai., Loc.Cit.
[47] Nurcholish Madjid, Op.Cit., hal.73.
[48] M. Dawam Raharjo, Op.Cit., hal.73.
[49] M.Dawam Rahardjo, Op.Cit., hal.56.
[50] Moeloeng, lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif , Rineka Cipta, Jakarta, 2004, hal.4.
[51] Nana Syaodiah Sukmadina, Metode Penelitian Pendidikan, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005, hal.60.
[52] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta, 2006, hal.12.
[53] Ibid,hal.17-18.
[54] Ibid,hal. 120.
[55] Iqbal Hasan, Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002, hal.82.
[56] Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hal.36.
[57] Moeloeng, lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif , Rineka Cipta, Jakarta, 2004, hal.12.
[58]  Margono, Metode Penelitian Pendidikan Rineka Cipta, Jakarta, 2005, hal.161-162.
[59] Suharsimi Arikunto, Op.Cit., hal.133.
[60] Suharsimi Arikunto, Op.Cit., hal.231.
[61] Lexy J Moleong, Op.Cit,. hal.103.
[62] Lexy J Moleong, Op.Cit., hal.248.
[63] Lexy J Moleong, Op.Cit., hal.175-181.
[64] Lexy Moleong, Op.Cit., hal. 178.         
[65] Lexy J. Moleong, Lexy J Moleong, Op.Cit., hal.327
[66] Dokumentasi pada tanggal 17 Juni 2013.
[67] Ibid.
[68] Ibid.
[69] Wawancara dengan Pembina Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu (TGH. H. L. M. Turmudzi Badaruddin) pada tanggal 12 Juni 2013.
[70] Dokumentasi Loc.Cit.
[71] Dokumentasi Loc.Cit.
[72] Dokumentasi, Loc.Cit.
[73] Dokumentasi, Loc.Cit.
[74] Wawancara dengan Ustadz H. L. Tamim Ali Akso, S.Pd.I (ketua asrama) pada tanggal 14 Juni 2013.
[75] Wawancara dengan Pengurus Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu (Ustadz H. Zarkasi Efendi, M.Pd.I) pada tanggal 17 juni 2013.
[76] Ibid.
[77] Wawancara dengan Ansori (santri junior) pada tanggal 1 Juli 2013.
[78] Wawancara dengan Ustadz H. L. Tamim Ali Akso, S.Pd.I, Loc.Cit.
[79] Wawancara dengan Satriawan (santri senior) pada tanggal 28 Juni 2013.
[80] Wawancara dengan Ustadz H. L. Tamim Ali Akso, S.Pd.I, Loc.Cit.
[81] Observasi pada tanggal 16 Juni 2013.
[82] Wawancara dengan Ustadz H. L. Tamim Ali Akso, S.Pd.I, Loc.Cit.
[83] Observasi, Op.Cit., tanggal 20 Juni 2013
[84] Ibid.
[85] Wawancara dengan Ustadz H. L. Tamim Ali Akso, S.Pd.I, Loc.Cit.
[86] Observasi, Op.Cit., tanggal 18 Juni 2013.
[87] Wawancara dengan Ustadz H. L. Tamim Ali Akso, S.Pd.I, Loc.Cit.
[88] Obsevasi, Op.Cit., tanggal 27 Juni 2013
[89] Dokumentasi, Loc.Cit.
[90] Wawancara dengan Ustadz H. L. Tamim Ali Akso, S.Pd.I, Loc.Cit.
[91] Dokumentasi, Loc.Cit.
[92] Wawancara dengan Pembina Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu (TGH. L. M. Turmudzi Badaruddin), Loc.Cit.
[93] Wawancara dengan Pengurus Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu (Ustadz H. Zarkasi Efendi, M.Pd.I), Loc.Cit.
[94] Wawancara dengan Pembina Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu (TGH. L. M. Turmudzi Badaruddin), Loc.Cit.
[95] Wawancara dengan Ustadz L. Tamim Ali Akso, S.Pd.I, Loc.Cit.
[96] Wawancara dengan Pengurus Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu (Ustadz H. Zarkasi Efendi, M.Pd.I), Loc.Cit.
[97] Wawancara dengan Ustadz H. L. Tamim Ali Akso, S.Pd.I, Loc.Cit.
[98] Wawancara dengan Ustadz H. L. Tamim Ali Akso, S.Pd.I, Loc.Cit.
[99] Wawancara dengan Pengurus Pondok Pesantren Qamarul Huda Bagu (Ustadz H. Zarkasi Efendi, M.Pd.I), Loc.Cit.
[100] Wawancara dengan Ansori (santri junior), Loc.Cit.
[101] Wawancara dengan Satriawan (santri senior), Loc.Cit.
[102] Wawancara dengan Ustadz H. L. Tamim Ali Akso, S.Pd.I, Loc.Cit.