Jumat, 09 Desember 2011

TUGAS ULUMUL HADITS


TUGAS ILMUL HADITS


HADITS TENTANG DOSA-DOSA BESAR
1.      DOSA MENYEKUTUKAN TUHAN, DURHAKA & SAKSI PALSU
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ الْمُفَضَّلِ حَدَّثَنَا الْجُرَيْرِيُّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرَةَ عَنْ أَبِيهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ ثَلاثًا قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ وَجَلَسَ وَكَانَ مُتَّكِئًا فَقَالَ أَلا وَقَوْلُ الزُّورِ قَالَ فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى قُلْنَا لَيْتَهُ سَكَتَ ( رواه بخاري مسلم )
Artinya : Imam Bukhori dan Muslim meriwayatkan dari Musaddad diriwayatkan dari Bisyru bin al-Mufadhdhol diriwayatkan dari al-Jurariyyu dari Abdir Rahman bin Abi Bakrah dari Bapaknya Ra telah mengatakan : Nabi saw telah bersabda : " Maukah kamu sekalian kuberitahu tentang sebesar-besar dosa yang tiga itu ? Kami menjawawab " Baiklah ya Rasulallah ". Beliau bersabda : " yaitu mempersekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua ". Waktu itu beliau bersabda kemudian duduk & bersabda lagi : " ingatlah ucapan dosa dan saksi palsu ". Beliau mengulang-ulanginya sehingga kami berkata : semoga beliau diam ".  { HR. Bukhori – Muslim }[1]
A.    Klarifikasi hadits
Hadis ini mengungkapkan bahwa ada tiga macam dosa besar karena nabi pada saat itu pembahasan ketiganya sangat fundamental yang harus kita hindari, yaitu mempersekutukan Allah, durhaka kepada orangtua, dan janji palsu (kata-kata dusta). Secara eksplisit hadis ini lebih menekankan dosa yang ketiga, yaitu janji palsu. Mengapa demikian? Diriwayatkan, ketika Rasulullah mengatakan dosa pertama dan kedua beliau mengatakannya dalam posisi berdiri sambil bersandar, kemudian beliau duduk dan mengatakan, “janji palsu” berulang-ulang. 
B.     Klasifikasi hadits
Pertama, mempersekutukan Allah. Sudah sangat jelas bagi kita bahwa mempersekutukan Allah adalah rajanya dosa, dan orang yang melakukannya tidak akan mendapatkan ampunan Allah hingga ia benar-benar kembali pada Allah. Sebagaimana Allah SWT firmankan dalam surat Lukman ayat 13 : “Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang besar”. Ayat ini diperkuat dengan sebuah hadis dari Ibnu Mas’ud, di mana Rasulullah mengatakan bahwa dosa paling besar di sisi Allah adalah menjadikan sesuatu sebagai tandingan-Nya, padahal engkau tahu bahwa Allah-lah yang menciptakanmu.
Kedua, durhaka kepada orangtua. Ditempatkannya durhaka kepada orangtua sebagai dosa besar setelah mempersekutukan Allah terasa sangat pantas sekali karena dalam Alquran berbakti kepada Allah selalu digandengkan dengan berbakti kepada orangtua. Allah bersabda, Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orangtuamu (QS. Lukman: 14). Bahkan dalam satu keterangan disebutkan tujuan hidup manusia adalah untuk beribadah kepada Allah dengan tidak mempersekutukannya dan untuk berbakti kepada orangtua.
Andai kita cermati ayat-ayat yang berkaitan dengan kewajiban untuk berbakti kepada orangtua, maka kita akan menemui perintah untuk memberikan perlakukan terbaik bagi mereka. Sampai-sampai kita dilarang untuk mengatakan uf, ah, atau sejenisnya. Bahkan kita pun diharuskan tetap berbuat baik kepada mereka walaupun mereka mempersekutukan Allah.[2]
Ketiga, janji palsu. Rasulullah mengulang-ulang kata ini sampai tiga kali. Menurut para ahli hadis pengulangan kata-kata tersebut menunjukkan bahwa mengingkari janji termasuk dosa yang sangat berbahaya. Dalam Alquran pun, masalah ingkar janji diulang-ulang sampai beberapa kali, salah satunya terdapat dalam surat Al-Hajj ayat 30, “Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta”. Dalam Surat Al-Furqan, ketika Allah menceritakan orang-orang yang mendapatkan berkah, salah satu kriterianya adalah orang-orang yang tidak pernah bersaksi dengan saksi-saksi palsu. Dari sini saja kita bisa mengambil kesimpulan bahwa mengingkari janji termasuk dosa besar dan menunaikannya adalah perbuatan mulia.
Lebih jauh lagi, Rasulullah SAW mengungkapkan bahwa janji palsu termasuk salah satu kriteria sifat munafik, selain berbicara dusta, mengabaikan amanat (khianat), dan lari dari pertempuran. Larangan untuk mengingkari janji disebutkan pula dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda, “Janganlah mencela saudaramu. Jangan pula mempermainkannya. Dan janganlah menjanjikan sesuatu kepadanya lalu kamu mengkhianatinya” (HR. Tirmidzi).
Inilah yang menyebabkan nabi menempatkan janji palsu itu pada urutan yang ketiga.
2.      DOSA BESAR YANG JUMLAHNYA TUJUH MACAM
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ عَنْ ثَوْرِ بْنِ زَيْدٍ الْمَدَنِيِّ عَنْ أَبِي الْغَيْثِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ
 ( رواه البخاري ) [3]
Artinya : Imam Bukhori meriwayatkan dari Abdul 'Aziz bin Abdillah yang mengatakan ( ia ) meriwayatkan dari Sulaiman bin Bilal dari Tsaur bin Zaid al-Madani dari Abi al-Ghoits dari Abi Hurairoh Ra dari Nabi Saw telah bersabda : Jauhilah tujuh dosa yang bertumpuk. Para sahabat bertanya : Ya Rasulallah apa itu semua ? Rasulullah bersabda : Menyekutukan Allah, sihir, Membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah tanpa hak ( alasan yang dibenarkan ), memakan riba, memakan harta anak yatim, lari ( mundur ) pada waktu  peperangan, menuduh berzina terhadap perempuan mukmin yang lengah { HR. Bukhori }
A.    Klarifikasi hadits
Kebaikan itu memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Demikian juga halnya dengan kejahatan dan dosa. Kebaikan apa saja yang mempunyai manfaat besar, maka pahalanya di sisi Allah akan besar juga. Sedangkan kebaikan yang manfaatnya lebih rendah, maka pahalanya pun seimbang dengan kebaikan tersebut. Sebaliknya, setiap kejahatan yang mudharatnya lebih besar, maka ia disebut sebagai dosa-dosa besar yang membinasakan dan siksanya pun sangat berat. Adapun kejahatan yang mudharatnya lebih rendah dari itu, maka ia tergolong kepada dosa-dosa kecil yang dapat terhapus dengan jalan menjauhi dosa-dosa besar.
Allah Ta’ala berfirman : “Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga”).[4]
Dalam hadis di atas, Rasulullah Saw menyuruh umatnya agar menjauhi tujuh dosa yang membinasakan, sebagaimana yang tersebut dalam hadits di atas.
B.     Klasifikasi hadits
1.      Musyrik (Mempersekutukan Allah)
Menyekutukan Allah SWT merupakan dosa yang paling besar. Bahkan Allah SWT tidak akan mengampuni dosa musyrik yang terbawa mati. Allah SWT berfirman, Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa musyrik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (musyrik) itu, bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Dan siapa saja yang musyrik kepada Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS An-Nisa [4]: 48).
2.&nOsp;     Sihir.
Sihir termasuk ke dalam dosa yang besar  pada urutan yang kedua, karena di dalamnya terdapat upaya iltibas (pencampur-adukan) dan menutupi apa yang sebenarnya. Bahkan sihir ini bisa mengakibatkan penyesatan aqidah, baik dari sisi penyebabnya maupun dari sisi perolehannya. Para ulama telah bersepakat atas pengharaman sihir, pembelajaran dan pengajarannya. Bahkan Imam Malik, Imam Ahmad, dan sekelompok para sahabat dan para tabiin berpendapat bahwa saling berbagi sihir termasuk bagian kekufuran yang pelakunya harus mendapat hukum eksekusi (dibunuh). Demikian juga upaya mempelajari dan mengajarkan sihir kepada orang lain, karena hal itu termasuk wasilah yang akan menjadi jalan terwujudnya sihir tersebut.
3.      Membunuh Jiwa.
Pembunuhan seperti ini termasuk dalam bagian dari dosa-dosa besar yang ketiga, karena dapat membinasakan para pelakunya. Melalui upaya pembunuhan, sang pelaku telah menghilangkan rasa aman di lingkungannya, menebar rasa takut, dan memutuskan ikatan persaudaraan sesama manusia, khususnya di kalangan kaum muslimin. Bahkan Allah SWT mengisyaratkan bahwa membunuh satu orang sama kedudukannya dengan membunuh semua orang. Keterangan ini tercantum dalam ayat berikut. Inipun dikuatkan oleh firman allah : Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa siapa saja yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan siapa saja yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi” (QS Al-Maidah [5]: 32)
4.      Memakan Riba
Memakan riba ini termasuk dosa besar yang berada pada urutan yang ke empat, karena Memakan harta riba termasuk kezaliman kepada orang lain. Orang yang memakan harta riba pada dasarnya telah memerangi Allah dan Rasul-Nya, dan ia lebih pantas untuk mendapat siksa yang abadi di neraka. Bagaimana tidak demikian, ketika orang lain berada dalam kesulitan, kefakiran, pailit dalam ekonomi, padahal dalam kondisi apapun seseorang didorong untuk mengeluarkan shadaqah, sementara pemakan riba demikian asyiknya mempermainkan kemelaratan orang lain dengan menambah beban pembayaran utang berlipat ganda dan dalam tempo yang terus-menerus. Pada hakikatnya, riba itu dapat menghanguskan harta kekayaan, menghilangkan nilai-nilai keberkahan, dan mencabut rasa kasih sayang dari pribadi para pelakunya. Dengan demikian, dalam riwayat lain, Rasulullah Saw melaknat praktik riba dengan berbagai faktor pendorong dan pelakunya, baik yang memakan harta riba, yang menjadi penulis dalam transaksinya maupun yang menjadi saksi dalam proses transaksi riba tersebut.
Secara umum, Islam melarang keras terhadap seseorang yang dalam usaha mencari rezekinya (ma‘isyah) dengan cara yang haram, sedangkan transaksi ribawi termasuk ke dalamnya. Rasulullah Saw telah bersabda, “Siapa saja yang daging (di tubuhnya) berkembang dari usaha yang haram, maka api neraka lebih utama bagi dirinya”. (HR al-Hakim). Inilah yang menyebabkan nabi menaruh pada urutan ke empat, karena pada saat itu manusia telah menjalar kemasyarakat.
5.      Memakan Harta Anak Yatim
Argumentasi nabi menaruh ini pada urutan yang ke lima, karena setelah menyebutkan “memakan harta anak yatim”, beliau menjelaskan bahwa :Ketika seorang anak menjadi yatim, karena ditinggal mati oleh orangtuanya, Islam menganjurkan agar kaum muslimin, terutama kaum kerabatnya, dapat menjaga dan mengurus harta mereka yang diperolehnya melalui proses pewarisan. Pengurusan harta anak yatim ini terus berlangsung sampai usia anak ini menjadi dewasa sebagaimana dijelaskan dalam ayat berikut.
Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk menikah (dewasa). Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu memakan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanja¬kannya) sebelum mereka dewasa. Siapa saja (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim) dan siapa saja yang miskin, maka bolehlah ia memakan harta itu menurut yang patut. “Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu)”. (QS An-Nisa [4]: 6)
Tatkala seorang pengurus, terutama bagi mereka yang serba berkecukupan, tidak mampu menjaga dirinya dari memakan harta anak yatim, maka Allah SWT mengancam mereka dengan ancaman yang sangat besar sesuai dengan ayat berikut. “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)”. (QS An-Nisa [4]: 10)
6.      Berpaling dari Barisan Perang
Ketika peperangan terjadi ada sahabat yang melarikan diri dikarenakan melihat musuh yang lebih banyak daripada kelompok mislim, sehingga nabi mengatakan bahwa : “dosa besar setelah memakan harta anak yatim adalah mereka yang berpaling dari barisan perangYaitu seseorang yang melarikan diri ketika kaum muslimin sedang memerangi orang-orang kafir”. Perbuatan ini termasuk dosa besar, karena akan membinasakan karena menimbulkan dua bahaya :
a.       Akan menghancurkan semangat kaum muslimin
b.      Orang-orang kafir semakin berani menekan kaum muslimin
Ketika kaum muslimin sudah mulai terdesak, maka orang-orang kafir akan semakin berani memerang kaum muslimin. Inilha yang melatari tergolongnya dosa besar.
7.      Menuduh Berzina
Menuduh berzina kepada wanita yang menjaga kehormatan dan wanita itu adalah orang yang terjaga keimanannya yaitu menuduh berzina wanita yang baik-baik, yang lurus, yang telah berkeluarga, yang berstatus merdeka, dan yang beriman. Predikat-predikat tersebut tercakup dalam pengertian sifat terhormat. Dan pada hakekatnya, seorang wanita itu terhormat karena Islam, ia menjaga kesucian, menikah, dan berstatus merdeka. Dan dalandasi oleh firman allah dalam surat an-Nur Allah melarang menuduh berzina seorang wanita yang baik-baik, dan menjelaskan sanksi hukuman atas perbuatan ini. Inipun terjadi ketika pada saat itu seorang sahabat yang menuduh perempuan zina, padahal tidak pernah melakukannya. Jadi intisari dari urutan yang diatas nabi menyesuaikan dengan urutan kejadian pada saat itu.[5]
3.      DOSA MEMBUNUH ANAK KARENA TAKUT TIDAK MAMPU MEMBIAYAI
حَدَّثَنِي عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُرَحْبِيلَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ قَالَ أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ قُلْتُ إِنَّ ذَلِكَ لَعَظِيمٌ قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ قَالَ وَأَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ تَخَافُ أَنْ يَطْعَمَ مَعَكَ قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ قَالَ أَنْ تُزَانِيَ حَلِيلَةَ جَارِكَ ( رواه البخاري ) [6]
Artinya : Imam Bukhori meriwayatkan dari Utsman bin Abi Syaibah meriwayatkan dari Jarir dari Abi Wail dari 'Amru bin Syurohbil dari 'Abdullah  ( bin Mas'ud ) telah mengatakan bahwa ia bertanya kepada Nabi saw : Dosa apa yang besar disisi Allah? Jawab Nabi : ialah engkau jadikan adanya sekutu / tandingan bagi Allah padahal Dia-lah yang telah menciptakanmu. Kata Ibnu Mas'ud :Inikah yang paling besar, kemudian apa lagi Ya Rasulullah ?jawab Rasulullah yaitu engkau membunuh anakmu sendiri karena takut ia akan makan bersama engkau.kemudian apa lagi kata ibnu mas'ud ? jawab Rasulullah yaitu engkau berzina dengan istri tetanggamu.”  { HR. Bukhori }
A.    Klarifikasi Hadits
Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa ia bertanya kepada Nabi saw mengenai dosa yang sebesar-besarnya di sisi Allah, lalu beliau menyebutkan menurut bunyi hadits diatas. Selesai Nabi menyebut dosa besar ( mempersekutukan Allah ) Ibnu Mas'ud bertanya lagi sampai tiga kali sehingga dosa besar yang disebutkan juga tiga macam.
Dalam mempersoalkan dosa besar yang terbesar, menurut Quraisy shihab kategori perbuatan syirik sebagai dosa terbesar adalah dipandang sebagai pelanggaran utama yang mengundang pelanggaran lainnya & mengantar pada kesesatan yang jauh, karena itu barang siapa yang mempersekutukan Allah pada masa lalu, kini atau akan datang, maka sungguh ia telah berbuat kebohongan dengan sengaja  terhadap Allah & kebohongan itu merupakan dosa besar. Sedangkan urutan yang kedua nabi mengatakan bahwa “engkau membunuh anakmu sendiri karena takut ia akan makan bersama engkau” karena bergandengan dengan larangan menyekutukan allah, lalu larangan membunuh anak karena takut lapar. Sebagaimana allah berfirman : “Sesungguhnya Allah tak akan mengampuni seseorang yang mempersekutukannya & mengampuni yang selain itu ( An-Nisa' : 116 ); Dan janganlah engkau bunuh anak-anakmu karena takut lapar, Kami-lah yang memberi rezeki mereka & juga rezeki kamu ( Al-Isra : 31 ).
Selanjutnya nabi menjelaskan dosa besar yang ketiga, karena nabi mengaitkan dengan fiman allah : Dijelaskan pula dalam surat lain : Artinya:”........ Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan Karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan Karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan dia Telah membunuh manusia seluruhnya. dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah dia Telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya Telah datang kepada mereka rasul-rasul kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, Kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi”.
Ayat tersebut mengandung suatu pandangan perikemanusiaan yang telah disyariatkan oleh Allah, dan tak ada satu orang pun yang mampu menandingi kebijaksanaan-Nya. Dalam tafsir Al-Baghawi dijelaskan bahwa membunuh jiwa seseorang tanpa hak (jiwa yang diharamkan Allah), dan melakukan kerusakan di bumi baik itu dengan melakukan zina, hal tersebut jelas nabi memasukkan “berzina” merupakan dosa besar pada urutan yang ketiga karena dalam riwayat yang lain telah disebutkan bahwa membunuh merupakan dosa besar dan dalam ayat yang diatas bergandengaan dengan berbuat kesukan dibumi, dalam hal ini termasuk berbuat zina.
4.      DOSA SYIRIK, DURHAKA KEPADA KEDUA ORANG TUA, MEMBUNUH DAN MENGUMBAR JANJI PALSU.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُقَاتِلٍ أَخْبَرَنَا النَّضْرُ أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا فِرَاسٌ قَالَ سَمِعْتُ الشَّعْبِيَّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْكَبَائِرُ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ وَقَتْلُ النَّفْسِ وَالْيَمِينُ الْغَمُوسُ . (رواه بخارى)[7]
Artinya : Telah bercerita pada kami Muhammad bin Muqatil, an Nadhr menginformasikan pada kami, Syu’bah bercerita pada kami, Firas bercerita pada kami seraya berkata:”Aku mendengar dari Syu’bah dari Abdullah bin ‘Amr dari Nabi SAW, beliau bersabda:”Adapun yang dimaksud dengan dosa-dosa besar diantaranya adalah menyekutukan Allah, mendurhakai orang tua, membunuh, dan mengumbar janji palsu. (HR. Bukhari).
A.    Klarifikasi Hadits
Ibnu Hajar dalam kitabnya “Fathul Bari fi Syarhi Shahih Bukhari”menjelaskan bahwa hadis yang diriwayatkan dari sahabat Abdullah bin ‘Amr bin al ‘Ash yang berbunyi .......الْكَبَائِرُ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ pada jalur sanad perawi yang bernama Syaiban dari Firas, awal lafadznya adalah " جاء أعرابي إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال : يا رسول الله ما الكبائر "yang kemudian dari pertanyaan ini Rasul menjawab ” Dosa besar adalah menyekutukan Allah, durhaka pada kedua orang tua, membunuh (tanpa haq) dan janji palsu ”. Dari sini dapat diketahui bahwa munculnya hadis tersebut dilatarbelakangi oleh kedatangan seorang Badui kepada Rasulullah yang menanyakan akan perihal dosa besar.
B.     Klasifikasi Hadits
Dalam hal ini nabi menaruh urutan janji palsu pada urutan yang terakhir, karena apabila seseorang melanggar janjinya akan mengakibatkan pertikaian dan akhirnya berujung pada pembunuhan, sedangkan membunuh tersebut termasuk dosa besar sebagaimana firman allah : ”Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutuknya serta menyediakan adzab yang besar baginya”.
Dari uraian ayat di atas yang berkenaan dengan dosa-dosa besar, disitu tidak dijumpai satu ayatpun yang isi dan kandungannya bertentangan dengan matan hadis di atas yang mana kesemuanya mengisyaratkan akan bahaya dosa-dosa besar khususnya syirik yang merupakan dosa yang paling besar jika dibandingkan dengan yang lain, meskipun begitu, yang harus dijauhi bukan hanya hal-hal yang bisa mengantarkan pada syirik namun kesemuanya perbuatan yang bisa mengantarkan pada kesesatan dan dosa.













DAFTAR PUSTAKA
Adz dzahabi, Syamsuddin. 75 Dosa Besar. Surabaya : Media Idaman Press. 1992.
Fuad Abdul Baqi, Muhammad. Al-Lu’lu’ Wal Marja. Surabaya : PT. Bina Ilmu. 1999.
Qurais Syihab, DR. Tafsir Kontemporer. Jakarta : PT. Sumber Ilmu. 2002.
Salim Bahreisy, H. Kumpulan Hadits Bukhari Dan Muslim. Surabaya : PT. Bina Ilmu. 2000.
Ansory al Mansur, S. 48 Macam Perbuatan Dosa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1998.



[1]  Lihat dalam kitab al-lu’lu’ wal marjan hal. 31.
[2]   (QS. Lukman: 15).
[3]  Lihat didalam kitab shaheh bukhori muslim, hal. 208
[4]   (QS An-Nisa [4]: 31)
[5]  Adz Dzahabi, Syamsuddin. 75 Dosa Besar. Surabaya: Media Idaman Press. 1992.
[6]  Lihat didalam kitab al-lu’lu wal marjan, hal. 210
[7]  Lihat didalam kitab al-lu’lu’ wal marjan, hal. 243