Senin, 20 Juni 2011

MAKALAH SEJARAH PERADABAN ISLAM (SPI)


BAB I
PENDAHULUAN
A      LATAR BELAKANG
Dengan adanya sejarah peradaban islam, yang khususnya peradaban islam Lombok, menuntut kita untuk mengkaji secara spesifik menggali secara dalam tentangperkembangan Islam Wetu Telu pada tahun 1981-1995, guna mengetahui perkembangannya, agar dapat membedakan dengan islam sunni.
Oleh kerena itu dengan hadirnya makalah yanag kami susun ini diharapkan para pendengar dapat memahami lebih jauh tentang perkembangan Islam Wetu Telu yang khususnya pada tahun 1981-1995 agar kita bisa menjadikan khazanah keilmuan.
B       RUMUSAN MASALAH
A.    Penganut dan Persebarannya.
B.     Sistem Nilai dalam Masyarakat.
C.     Pimpinan dalam Masyarakat.
D.    Sistem Pelapisan Sosial.
E.     Upacara-Upacara Ritual.
C      TUJUAN PEMBELAJARAN
Maksud dan tujuan kami dalam penyusunan makalah ini adalah untuk memahamiperkembangan dari Islam Wetu Telu tersebut. Artinya kita sebagai umat muslim harus mengetahui seluk beluk ajaran islam yang berda di lombok.

BAB II
PERKEMBANGAN ISLAM WETU TELU (1981-1995)
A.    Penganut dan Penyebarannya
Perkembangan Islam Wetu Telu pada tahun ini semakin minim yakni hanya terdapat di daerah Bayan lombok barat, sedangkan di daerah lainnya sudah mengalami perubahan. Penganut Islam Wetu Telu di wilayah Bayan sendiri sedang dan telah mengalami perubahan, dari enam desa yang berada di kecamatan Bayan, ada empat desa yang mengalami perubahan, sedangkan dua desa lainnya sedang mengalami proses perubahan.
Pekembangan masyarakat Islam Wetu Telu seperti ini dipengaruhi oleh peranan pimpinan formal masa kini yang selalu mengajak dan mendorong masyarakat untuk memperbaiki taraf hidupnya, baik dari segi ekonomi, politik maupun kebudayaan dan termasuk agama. Yangdimaksud oleh pimpinan formal adalah mereka yang dipilih oleh masyarakat secara langsung berdasarkan UU No. 5 tahun 1979 tentang pemerintahan kepala desa. (Raden Wirasaba)
Sementara Jalaluddin Arzaki mengatakan bahwa perubahan masyarakat Islam Wetu Telu merupakan suatu hal yang biasa, karena disebabkan oleh terlalu dominannya peranan yang dimainkan oleh birokrasi pemerintah dalam merealisasikan rencana pembangunan yang telah ditetapkan, juga peranan pondok pesantren tidak bisa diabaikan.
Keberadaan Islam Wetu Telu dapat dikatakan sudah berkurang secara evolitiv, hanya saja dibeberapa dusun seperti di Senaru, Segenter Dan Labang Kara masih didapatkan pola pemukiman asli masyarakat Bayan. Islam Wetu Telu dari sempalan dari agama islam sudah tidak ada lagi.

B.     Sistem Nilai dalam Masyarakat
Nilai yang menjadi pegangan masyarakat Sukadana Bayan sampai saat ini tidak jauh berbeda dengan nilai-nilai warisan nenek moyangnya. Seiring dengan perkembangan masyarakat Bayan, maka telah terjadi pemahaman dan interpretasi terhadap nilai-nilai tersebut. Diantarnya adalah :
1.      Konsep Ketuhanan Sepengkula.
Konsep ini mengacu kepada pengertian bahwa Tuhan mengabulkan segala permintaan hambaNya dimanapun dia berada dan melakuakan ibadah merupakan kewajiban personal.
2.      Konsep Lenggeng.
Yaitu konsepsi tentang konsistensi manusia dalam menjalankan seluruh nila-nilai moral dan sosial. Sikap ini disimbolkan dalam pakaian yang serba putih, dan dalam sikap, prilaku yang ditunjukkan dalam semua aspek kehidupan. Sedangkan konsistensi dan keikhlasan diartikan sebagai sikap tanggung jawab, teguh pendirian, jujur dan ikhlas.
3.      Sikap Gotong Royong.
Yakni budaya gotong royong yang disebut berseroan, nyerampu, atau jejolok. Semakin berkembangnya kehidupan masyarakat, baik dalam bidang politik, agama, dan ekonomimemberi pengaruh terhadap nilai tersebut. Misalnya dalam pembangunan rumah dan pekerjaan sawah yang sudah menggunakan sistem upah, dikarenakan semakin tingginya tingkat kebutuhan dan tingkat kosumsi masyarakat. (Raden Kartapati)  
4.      Malik.
Malik ini adalah meruakan budaya pantangan atau larangan yang tidak boleh dilanggar. Norma ini semacam rambu-rambu untuk segala macam aktifitas manusia zaman dahulu. Namun sekarang ini masyarakat Sukadana dan Bayan pada umumnya sudah tidak memperdulikan lagi norma sosial tersebut. Mereka lebih takut dengan norma hukum formal yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Perubahan sikap masyarakat tersebut sangat dipengaruhi oleh semakin besarnya peranan pemerntah dalam menerapkan rencana pembangunan melalui REPELITA yang diterapkan oleh  pemerintah Orde Baru, disamping itu pula dipengaruhi oleh banyaknya pemimpin tradisional. Kini tidak sedikit masyarakat Bayan yang membangun rumah diluar komunitas semula yang disebabkan oleh semakin bertambahnya anggota masyarakat dalam satu keluarga. Keluarnya sebagian masyarakat Bayan ini secara tidak langsung berpengaruh terhadap rasa kebersamaan diantara mereka dan tidak lagi bergantung lagi kepada keluarganya. Dengan kata lain sudah mulai tumbuh rasa individualisme diantara mereka.

C.    Pimpinan dalam Masyarakat
Di desa sukadana kecamatan Bayan lombok barat, pimpinan formal masa kini tidak jauh berbeda dengan pola kepemimpinan masa lalu, termasuk penggunaan istilah bagi sebuah jabatan tertentu seperti istilah keliang yang sudah tergantikan oleh istilah kepala kampung, atau istilah pemusungan yang juga diganti oleh kepala desa. Dan jabatan tersebut diperoleh dari hasil pemilihan langsung oleh anggota kanomannya. Hal ini sangat berbeda dengan sistem tradisional di era tahun 1970-an.
Dalam menjalankan tugasnya seorang kepala desa atau kepala kampung berhak mendapatkan imbalan berupa tanah bengkok, dan mempunyai kebebasan untuk ikut serta dalam aktivitas gotong royong dan pemberian sumbangan yang diharuskan oleh atasan mate ayah artinya gugur kewajibannya untuk ngayah atau kerja rodi.
Hubungan antara pimpinan masyarakat dan anggotanya yang lain biasa saja. Kedudukannya sebagai keliang menyebabkan lebih berhati-hati dalam pergaulan, berbeda dengan pimpinan masa kini tidak ada pantangan dalam masyarakat yang berkaitan dengan jabatannya, sedang hubunagannya terhadap masyarakat pada saat ada permasalahan yang dianggap penting.
Selanjutnya yang dimaksud dengan pimpinan informal yaitu kyai atau penghulu. Masyarakat Bayan mengenal tiga tingkatan kyai yaitu kyai santri, kyai raden dan kyai biasa. Sejak tahun 1980-an kyai boleh dikatakan hanya terbatas dalam hubungannya dengan huku-hukum syara’ seperti perkawinan, penceraian serta tugas-tugas yang berhubungan dengan alam metafitistik. Disanmping itu kyai sekarang bertugas membantu penghulu dan kepala desa dalam menyelesaikan administrasi yang berhubungan dengan pelaksanaan undang-undang perkawinan. Hubungan antara pimpinan formal dan informal adalah dalam bentuk kerja sama.
D.    Sistem Pelapisan Sosial
Sistem pelapisan sosial masa lalu dan masa kini bersumber dari keturunan pancar laki-laki yang pada umumnya yang memiliki tingkat kebangsawanan yang disebut wangse, ada tingkatan wangse resmi suku sasak yaitu perwangse, triwangse dan jajar karang. Wangse tertinggi adalah perwangse dengan menggunakan gelarraden untuk laki-laki dan gelar dende untuk wanita. Wangse menengah yaitutriwangse dengan gelar lalu untuk laki-laki dan baiq untuk gelar wanita, sedangkan untuk wangse jajarkarang tidak mempunyai gelar apa-apa.
Jika seorang wangse raden mengadakan upacara, maka tempat upacaranya diberi warna putih dan jumbai kiri berwarna hitam sedangkan tempat upacaranya diberi tulisan “umbak-umbakring segara, muncar pondok bangketkembang kerusak”.
Sejak rezim orde baru berkuasa , gelar-gelar kebangsawanan di lombok semakin kehilangan arti. Peranan kaum bangsawan telah hilang karena adat erosiyaitu proses penghancuran yang berlangsung dari lembaga adat. Akibatnya para bangsawan pempunyai hak yang sama dengan kelas yang lainnya dalam segala aktivitas kampung.
Dalam masyarakat suku sasak sekarang, pelapisan sosial didasarkan pada kekuasaan, kekayaan, pendidikan dan keturunan. Lapisan masayarakat Bayan saat ini terbagi menjadi dua yaitu lapisan elit dan lapisan jajarkarang, akan tetapi hubungan antara lapisan keduanya sangatlah harmonis dan tidak ada yang mendiskriminasikan antara yang satu dengan lainnya.
E.     Upacara-Upacara Ritual
Upacara-upacara ritual pada masyarakat Bayan juga terjadi perubahan yang sangat penting, terutama saat upacara yang berhubungan dengan musim tanam serta sikap tatkala menghadapi musim kemarau dan musim hujan dengan cara berkumpul untuk mengadakan perbaikan tanggul dan saluran yang ada. Begitu pula saat mmenurunkan bibit dari lumbung, mulai mengolah tanah, mulai menanam sampai musim panen tiba dan mereka tidak disibukkan oleh berbagai macam upacara.
Perubahan masyarakat tersebut disebabkan oleh perubahan pola pikir masyarakat yang sudah berpikir perekonomian dagang. Tumbuhnya kesadaran masyarakat Bayan juga didukung oleh peranan pemerintah melalui Departemen Peranian yang selalu mengadakan berbagai macam penyuluhan guna meningkatkan hasil produksi pertanian, mulai dari pengenalan alat-alat modern dan lainya.
Namun dalam upacara-upacara yang berkaitan dengan keagamaan, mereka tetap melaksanakannya sesuai dengan tingkat kehidupan ekonomi masyarakat Bayan.

BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Ø  Pekembangan masyarakat Islam WetuTelu pada tahun 1981-1995 sudah sangat minim..
Ø  Nilai yang menjadi pegangan masyarakat Sukadana Bayan sampai saat ini tidak jauh berbeda dengan nilai-nilai warisan nenek moyangnya.
Ø  Pimpinan masyarakat Bayan yakni ada dua yaitu pimpinan formal dan informal.
Ø  Sistem pelapisan sosial masa lalu dan masa kini bersumber dari keturunan pancar laki-laki yang pada umumnya yang memiliki tingkat kebangsawanan yang disebut wangse.
Ø  Upacara-upacara ritual pada masyarakat Bayan juga terjadi perubahan yang sangat penting, terutama saat upacara yang berhubungan dengan musim tanam serta sikap tatkala menghadapi musim kemarau dan musim hujan.
B.     SARAN
Mengingat manusia tidak luput dari kesalahan, makalah yang kami susun inipun masih banyak kesalahan dan kekeliruan. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dari semua mahasiswa dan dosen yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Kepada Dosen pengajar diharapkan bimbingan lebih untuk mengingatkan mutu dan kwalitas mahasiswa PAI pada khususnya didalam mengembangkan ilmu sejarah peradaban islam demi terwujudnya mahasiswa yang kritis-tranpormatif.


DAFTAR PUSTAKA
·         Fadly Ahyar, MIslam LokalSTAIIQ PressLombok Tengah. 2008